JAKARTA - Komisi III DPR RI mendorong pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri melakukan evaluasi terhadap pengawasan internal menyusul adanya kasus pungutan liar (pungli) dan penipuan oleh oknum internal.
Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto mengatakan, pimpinan KPK harus menindak tegas oknum anggotanya yang terlibat praktik pungli dalam rumah tahanan (Rutan) KPK.
"Cukup mengagetkan dan sangat memprihatinkan. Sulit dinalar dengan logika sehat, jika di KPK yang bertugas untuk memberantas korupsi, ternyata ditemukan tindakan penyimpangan, pungutan liar yang dilakukan oleh pegawainya," kata Didik dilansir dari Antara, Kamis, 22 Juni.
Dewan Pengawas (Dewas) KPK menemukan dugaan praktik pungli di dalam Rutan KPK yang nilainya mencapai Rp4 Miliar. Pungli tersebut diduga terjadi pada Desember 2021 sampai Maret 2022.
Bahkan KPK mengungkapkan praktik pungli di Rutan terkait penyelundupan alat komunikasi dan uang, yang dilakukan tahanan dengan memberi sejumlah uang kepada oknum pegawai agar mendapati fasilitas yang dilarang selama tersangka mendekam di dalam Rutan.
Didik pun menyebut, dugaan praktik pungli di dalam Rutan KPK masuk dalam kategori petty corruption atau korupsi berskala kecil yang dilakukan oleh pejabat publik yang berinteraksi langsung dengan masyarakat.
"Namun sekecil apapun, korupsi tetaplah korupsi. Meskipun petty corruption, tidak boleh ada toleransi sedikitpun apalagi dilakukan oleh penegak hukum khususnya KPK dan juga di lingkungan KPK," tuturnya.
Peristiwa ini dinilai bukan hanya mencoreng wajah KPK saja. Tapi juga dapat berpotensi melahirkan ketidakpercayaan dari masyarakat yang selama ini telah mendukung KPK dalam memberantas korupsi.
"Dalam rangka memitigasi potensi damage trust publiknya kepada KPK, KPK harus juga transparan sepenuhnya kepada publik dalam melakukan pengungkapannya. Buka dan tindak seterang-terangnya siapapun yang terlibat baik yang menyuap maupun yang disuap," ujar Didik.
Selain itu, anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan hukum ini menyatakan harus ada evaluasi dan pembenahan di dalam tubuh KPK. Khususnya, kata Didik, pengawasan dan pembinaan terhadap pegawai internal lembaga antirasuah tersebut.
"Saya menduga ada problem di bidang pengawasan dan pembinaan di internal, sehingga terbuka ruang dan kesempatan terjadinya penyimpangan," terangnya.
"Karena pengawasan dan pembinaan SDM di lembaga superbody ini sangatlah penting dan fundamental, karena kehadiran pegawai dan SDM KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya tidak bisa digantikan oleh alat secanggih apapun," sambung Didik.
Oleh karenanya, legislator dari Dapil Jawa Timur IX itu meminta pimpinan KPK mengusut tuntas dugaan pungli dalam lingkaran pegawainya. Bahkan menurut Didik, pengusutan dugaan praktik pungli di KPK harus melibatkan PPATK agar dapat menelusuri aliran rekening pungli sehingga penyelesaian kasus pun menjadi lebih komprehensif.
"Jangan sampai publik menjadi apatis dan tidak percaya lagi terhadap pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK. Pertaruhannya akan terlalu besar bagi KPK jika tidak segera ditangani dengan baik," tegasnya.
Selain KPK, Didik juga menyoroti kasus penipuan oknum Polri terhadap seorang tukang bubur di Cirebon, Jawa Barat. Tukang bubur tersebut melaporkan oknum Polri berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP) yang menjanjikan anak korban lolos seleksi masuk Polri dengan imbalan uang senilai Rp310 juta.
Meski sudah menyetorkan uang dengan jumlah seperti yang diminta sang oknum polisi, anak korban tetap tidak lulus seleksi penerimaan anggota Polri. Uang yang diberikan tukang bubur juga tidak dikembalikan.
Didik pun meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk betul-betul menindak tegas oknum Polri yang melanggar SOP dan melakukan penipuan itu.
"Polri pun demikian, ada oknum anggota yang mencoreng nama baik institusinya. Ini adalah potret buruk pengawasan internal terhadap para anggotanya dengan menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya untuk menipu masyarakat," ucap Didik.
Pria kelahiran Magetan ini juga mengingatkan perlunya upaya ekstra dalam meningkatkan kedisiplinan anggota Polri. Dengan begitu, menurut Didik, anggota Polri bisa menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat dengan baik.
"Mungkin perlu dipertimbangkan pula dilakukan pengujian psikologi dan penilaian kualitas kinerja secara berkala untuk memastikan setiap anggotanya berpacu dalam performa dan track record yang baik," imbaunya.
Didik menilai, ada yang salah terhadap sistem pelaporan di pihak kepolisian karena kasus penipuan terhadap tukang bubur itu sempat berjalan lamban. Menurutnya, kejadian seperti ini-lah yang kerap membuat masyarakat enggan membuat pengaduan atau laporan karena tidak mendapat tindaklanjut dari aparat kepolisian.
"Pastikan ada layanan panggilan darurat 24 jam yang mudah diakses oleh masyarakat dan direspons di hari yang sama. Ini akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam kebijakan Polri," sebut Didik.
BACA JUGA:
Walaupun kejadian penipuan tersebut pada akhirnya diselesaikan dengan damai dan uang korban dikembalikan, DPR berharap Polri tetap melanjutkan proses hukumnya. Didik mengatakan, pengembalian uang tidak menghapus kesalahan dari sang oknum polisi.
"Ini bukan soal kasusnya berakhir dengan damai tapi bagaimana tindakan Polri dalam menegakkan aturan terhadap oknum yang terlibat masalah hukum," urainya.
“Bukan berarti kalau laporan dicabut, lantas menihilkan kesalahan pelaku. Kalau dibiarkan lepas, maka itu akan menjadi preseden yang buruk terhadap citra kepolisian. Apalagi Kapolri juga sudah menyatakan akan menindak tegas pelaku,” tutup Didik.