Divonis 2 Tahun, Kejari Bima Ajukan Banding Dua Terdakwa Korupsi Saprodi
Ilustrasi pengadilan (ANTARA)

Bagikan:

MATARAM - Kejaksaan Negeri Bima, Nusa Tenggara Barat mengajukan upaya hukum banding terkait vonis dua terdakwa program penyaluran bantuan sarana produksi (saprodi) dan cetak sawah baru tahun anggaran 2016.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Bima Andi Sudirman melalui sambungan telepon, Senin, mengatakan bahwa pihaknya mengajukan upaya banding untuk vonis terdakwa Muhamad dan Nur Mayangsari.

"Iya, kami sudah menyatakan upaya hukum banding ke pengadilan untuk terdakwa Muhamad dan Nur Mayangsari. Jadi, sekarang kami sedang siapkan memori banding," kata Andi dikutip ANTARA, Senin 19 Juni.

Dia menjelaskan pertimbangan penuntut umum mengajukan upaya hukum lanjutan itu terkait dengan vonis kedua terdakwa yang lebih rendah dari tuntutan jaksa.

Selain itu, terkait dengan kerugian negara yang ditetapkan majelis hakim jauh berbeda dengan hasil audit kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram pada Rabu (14/6), menjatuhkan vonis hukuman 2 tahun penjara kepada terdakwa Muhamad yang menjabat sebagai Kepala Bidang Rehabilitasi Pengembangan Lahan dan Perlindungan Tanaman Dinas PTPH Kabupaten Bima.

Untuk terdakwa Nur Mayangsari sebagai Kepala Seksi (Kasi) Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan (RPL) Dinas PTPH Kabupaten Bima nonaktif, hakim menjatuhkan vonis hukuman 1 tahun penjara.

Kepada kedua terdakwa, hakim turut menetapkan pidana denda Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan dan membebankan uang pengganti kerugian negara dengan nilai Rp86 juta untuk terdakwa Muhamad dan Rp43 juta untuk terdakwa Nur Mayangsari.

Dalam putusan, hakim menyatakan kedua terdakwa secara bersama-sama dengan mantan Kepala Dinas PTPH Kabupaten Bima M. Tayeb yang telah divonis 3 tahun penjara melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan dalam jabatan.

Akibat adanya penyalahgunaan kewenangan itu pun, hakim menetapkan adanya angka kerugian negara senilai Rp260 juta dengan membebankan M. Tayeb membayar uang pengganti sebesar Rp130 juta. Angka ini berbeda dengan hasil audit BPKP NTB senilai Rp5,1 miliar.

Dasar hakim mengesampingkan hasil audit BPKP NTB tersebut merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pidana Tambahan Uang Pengganti dalam Tindak Pidana Korupsi.

Dengan uraian demikian, hakim menetapkan perbuatan kedua terdakwa bersama M. Tayeb terbukti bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Jaksa pun sebelumnya menuntut pidana 8,5 tahun penjara dengan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan kepada terdakwa Muhamad. Untuk Nur Mayangsari, jaksa menuntut pidana 9,5 tahun penjara dengan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Kepada kedua terdakwa, jaksa turut meminta agar hakim membebankan pembayaran uang pengganti kerugian negara Rp877 juta subsider 4 tahun dan 9 bulan penjara.

Peran kedua terdakwa dalam perkara ini pun dinyatakan jaksa telah terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Anggaran dalam program penyaluran ini senilai Rp14,4 miliar. Anggaran itu berasal dari Kementerian Pertanian RI. Program ini disalurkan dengan tujuan peningkatan produksi pangan di Kabupaten Bima.

Tercatat ada 241 kelompok tani (poktan) di Kabupaten Bima masuk dalam daftar penerima bantuan dengan rincian Rp8,9 miliar untuk 158 poktan yang mengelola sawah seluas 4.447 hektare dan Rp5,5 miliar untuk 83 poktan dengan luas sawah 2.780 hektare.

Penyaluran anggaran dilakukan secara langsung ke rekening perbankan masing-masing poktan. Proses pencairan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp10,3 miliar, 70 persen dari total anggaran Rp14,4 miliar, dan 30 persen pada tahap kedua dengan nilai Rp4,1 miliar.