Bagikan:

JAKARTA - Presiden RI Joko Widodo menegaskan kembali pendapatnya bahwa sistem proporsional terbuka maupun tertutup dalam sebuah penyelenggaraan pemilihan umum memiliki kelebihan dan kelemahan.

Oleh karena itu, Presiden menyarankan seluruh masyarakat untuk bersabar menunggu hasil putusan Mahkamah Konstitusi terhadap gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang tengah berlangsung.

"Ya nanti tunggu MK saja. Karena, apa, setiap partai, setiap orang kan kalau ditanya itu bisa beda-beda, karena dua-duanya ada kelebihan ada kelemahan. Yang tertutup ada kelebihan ada kelemahan, yang terbuka juga ada kelebihan ada kelemahan," kata Jokowi dikutip ANTARA, Kamis, 15 Juni.

Diketahui pada Rabu malam kemarin, Presiden Jokowi sempat tampak menghabiskan waktu bersama Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman —yang juga merupakan adik iparnya selepas membuka Pekan Raya Jakarta di JIExpo Kemayoran.

Presiden juga menampik anggapan bahwa ia sempat membahas soal putusan gugatan sistem pemilu tersebut bersama Anwar.

"Ngopi. Banyak orang. Urusan enggak pernah campur aduk gitu, enggak pernah," katanya.

Ketika ditanya wartawan apakah dirinya memiliki preferensi sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup, Presiden Jokowi hanya mengatakan "terserah UU (Undang-Undang), terserah keputusan".

Sikap serupa sudah sempat diperlihatkan Presiden Jokowi saat dihadapkan dengan pertanyaan yang sama medio pertengahan Februari lalu.

Kala itu Jokowi menegaskan dirinya tidak punya urusan apapun apakah Pemilu 2024 akan menggunakan sistem proporsional terbuka atau tertutup, sembari mengingatkan bahwa hal itu berada di wilayah para partai politik peserta pemilu.

"Enggak. Pemerintah, saya perlu sampaikan, kalau dilihat terbuka itu ada kelebihan ada kelemahannya. Tertutup ada kelebihan ada kelemahannya. Silakan pilih. Itu urusan partai," ujar Jokowi selepas menghadiri peringatan Hari Lahir (Harlah) Ke-50 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di ICE BSD City, Tangerang, pada 17 Februari 2023.

Sistem proporsional terbuka dan tertutup berkenaan dengan pilihan pemilik suara kala menggunakan hak pilihnya untuk pemilu legislatif.

Dalam sistem proporsional terbuka, pemilih bisa memilih legislator pilihan mereka secara langsung. Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya perlu memilih parpol pilihannya yang berhak menentukan legislator-nya.

Sistem proporsional terbuka digunakan dalam penyelenggaraan Pemilu Legislatif sejak Pemilu 2009.

Sebagaimana diketahui MK menerima permohonan uji materi terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.

Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).

Delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI pun menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup, yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni PDI Perjuangan.

Di tengah penantian hasil putusan uji materi tersebut, muncul isu yang dihembuskan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) 2011—2014 Denny Indrayana yang menyebut bahwa putusan MK sudah bocor.

Denny melalui cuitan di akun Twitter pribadinya mengklaim mendapat informasi soal putusan MK terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai, sesuatu yang belakangan langsung dibantah Juru Bicara MK Fajar Laksono.