Akibat PPKM Jawa-Bali, Hanya 14 Persen Sekolah yang Telah Belajar Tatap Muka
Ilustrasi (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA  - Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud, Jumeri menyebut saat ini hanya 14 persen sekolah di Indonesia yang telah menerapkan pembelajaran tatap muka (PKM) akibat  Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Provinsi Jawa dan Bali.

Awalnya, kata Jumeri, Surat Keputusan Bersama (SKB) kementerian soal pemberian kebebasan bagi semua kepala daerah untuk membuka sekolah yang dianggapi siap melakukan PKM di masa pandemi.

"Berdasarkan koordinasi dengan dinas-dinas pendidikan di daerah, memang sebenarnya sudah ada kira-kira 90 persen siap sekolah siap tatap muka," kata Jumari dalam diskusi MNC Trijaya, Sabtu, 23 Januari.

Namun, ketika PPKM di pulau Jawa dan Bali diterapkan, seluruh gubernur enam provinsi menginstruksikan kepada kepala daerah di tiap kabupaten/kota untuk kembali menunda pembukaan sekolah dan tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

"Sebenarnya ada beberapa daerah yang sudah siap PTM pada awal Januari. Tetapi, ada koordinasi oleh gubernur masing-masing yang meminta untuk daerah di wilayahnya masih PJJ dulu. Sehingga, semua kepala daerah mengikuti menunda (pembukaan sekolah)," ucap dia.

Selain itu, Jumeri menyebut masih ada kepala daerah di luar PPKM Jawa-Bali yang masih mewaspadai pembukaan sekolah di daerahnya. Sehingga, alih-alih membuka sekolah di kecamatan yang penularan kasusnya lebih terkendali, kepala daerah tersebut memutuskan untuk menunda pembukaan sekolah di satu kabupaten/kota.

"Sebenarnya dalam satu kabupaten, misalnya ada 17 Kecamatan, itu dimungkinkan ada dua atau tiga Kecamatan bisa mulai PTM dulu. Tapi, kebanyakan memang kami juga tahu bahwa kepala daerah sangat berhati-hati dalam membuka PTM ini," tutur Jumeri.

Oleh sebab itu, untuk meminimalisasi kesulitan menghadapi PJJ dalam beberapa waktu ke depan, Kemendikbud akan berkoordinasi dengan daerah untuk memisahkan antara daerah yang memiliki jaringan internet memadai dengan daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) di Indonesia.

"Nanti akan kita pisahkan dalam rapatnya, supaya ada koordinasi yang lebih baik, permasalahannya bisa dipisahkan antara daerah yang tersulit dengan yang bisa akses internet," imbuhnya.