MATARAM - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menyebutkan, volume limbah medis infeksius di RSUD Mataram setiap hari mencapai 300 kilogram per hari.
"Namun dari 300 kilogram itu, yang dapat kita olah sendiri hanya 50 persen atau 150 kilogram. Sisanya, kita serahkan ke pihak ketiga," kata Kepala Instalasi Kesehatan Lingkungan RSUD Kota Mataram Fira Frismawati di Mataram, Antara, Rabu, 31 Mei.
Kondisi itu terjadi, katanya, karena mesin insinerator untuk mengolah limbah infeksius RSUD Mataram hanya memiliki kapasitas 150 kilogram. Artinya, kapasitas mesin saat ini sudah tidak sesuai dengan limbah yg dihasilkan.
"Mesin ini dibeli tahun 2020, setelah ada izin pengolahan limbah medis dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Waktu itu, tinggi cerobong asapnya 14 meter," katanya.
Namun demikian, lanjutnya, karena jumlah penduduk di sekitar RSUD Mataram semakin banyak dan permukiman semakin padat, maka berdasarkan kesepakatan dengan warga dilakukan penambahan tinggi cerobong asap hingga 20 meter sesuai standar dari Lingkungan Hidup agar tidak mengganggu atau berdampak pada warga sekitar.
Selain itu, pihak RSUD dan warga sekitar juga memiliki kesepakatan pembakaran limbah medis infeksius hanya boleh dilakukan sekali dalam sehari.
"Atas hal itu juga yang menyebabkan mesin kita hanya mampu mengolah 50 persen limbah infeksius setiap hari. Abu dari limbah infeksius kita kirim ke kawasan pengolahan limbah industri (KPLI)," katanya.
Ia mengatakan, pengolahan limbah medis infeksius dilakukan di luar daerah sebab hingga saat ini belum ada di dalam daerah. Karena itulah, pihak ketiga tidak bisa mengambil limbah medis setiap hari karena bisa berdampak pada biaya operasional.
"Jadi mereka mengambil satu kali sebulan bisa mencapai 4,5 ton. Karena sehari tersisa 150 kilogram limbah infeksius yang tidak bisa diolah di mesin insinerator kami dengan biaya untuk pihak ketiga Rp31.000 per kilogram," katanya.