NTB - Jaksa terungkap meminta Direktur PT Aneka Kalibrasi, Fari Fazari Ruyatna, menandatangani surat keberatan pernyataan pemotongan dana proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya, Lombok Tengah.
Perbuatan jaksa pada penyidikan tersebut disampaikan Fari Fazari yang memberikan keterangan sebagai saksi dalam persidangan kasus tersebut dengan terdakwa Adi Sasmita selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Baiq Prapningdiah Asmarini selaku bendahara BLUD.
"Saya tanda tangani surat pernyataan keberatan pemotongan itu diarahkan sama Pak Bratha (Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lombok Tengah)," kata Fari di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram melalui konferensi video, Senin 29 Mei.
Ia mengaku, menandatangani surat tersebut setelah jaksa menunjukkan data pemotongan dana proyek pengadaan alkes sebesar Rp3 juta.
"Jadi, saya tidak tahu kalau ada pemotongan. Saya tahu setelah jaksa menunjukkan data pemotongan pada saat saya diperiksa," ujarnya.
Surat pernyataan keberatan atas pemotongan dana proyek pengadaan alkes tersebut kini turut masuk dalam lampiran kelengkapan alat bukti di persidangan.
Usai mendengar hal tersebut, kuasa hukum Baiq Prapningdiah Asmarini, Lalu Pringadi, meminta ketegasan dari Fari.
"Apakah saksi (Fari) akan mencabut surat pernyataan ini?" kata Pringadi.
Fari menanggapi hal itu dengan menyatakan bahwa dirinya mencabut surat keberatan pemotongan dana proyek tersebut.
"Iya, saya cabut (bukti surat pernyataan keberatan pemotongan dana proyek)," ujar Fari.
Pringadi pun dalam persidangan menilai perbuatan jaksa tersebut sudah melanggar prosedur sebuah penanganan perkara.
"Tidak boleh mengarahkan untuk membuat surat pernyataan sepihak, apalagi yang membuat itu adalah jaksa. Ini melanggar etik," ucap Pringadi.
BACA JUGA:
Dalam perkara ini PT Aneka Kalibrasi mendapatkan proyek pengadaan alkes dengan nilai Rp98 juta. Namun, dalam pencairan anggaran, PT Aneka Kalibrasi hanya menerima Rp95 juta.
Kekurangan anggaran tersebut kemudian menjadi bahan jaksa melampirkan surat keberatan pemotongan dana proyek senilai Rp3 juta sebagai salah satu alat bukti perkara korupsi dana BLUD Praya.
Jaksa dalam perkara ini mendakwa Adi Sasmita dan Baiq Prapningdiah Asmarini beserta terdakwa lain, yakni dr. Muzakir Langkir selaku mantan Direktur RSUD Praya melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dalam pengelolaan dana BLUD pada RSUD Praya pada tahun 2017 sampai dengan 2020.
Akibat perbuatan Muzakir Langkir bersama-sama dengan Adi Sasmita, Baiq Prapningdiah Asmarini, dan penyedia barang telah muncul kerugian negara Rp883 juta. Angka kerugian tersebut muncul dalam kegiatan pengadaan makanan berdasarkan laporan hasil audit Inspektorat Lombok Tengah.
Dalam dakwaan ketiga terdakwa, jaksa penuntut umum menerapkan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.