Bagikan:

JAKARTA - Dengan jumlah pengguna internet dan media sosial yang besar, jumlah opini dan pendapat yang beredar pun tidak kalah besarnya. Meski memiliki hak dalam mennyampaikan berpendapat, masyarakat digital memerlukan suatu etika yang dapat menjadi panduan. Tanpa mengindahkan etika, seseorang tidak hanya dapat merugikan dirinya sendiri, tetapi juga orang lain.

Maka dari itu, Kominfo dan Komisi I DPR RI menyelenggarakan webinar Ngobrol Bareng Legislator (NGOBRAS) dengan tema “Etika Bebas Berpendapat di Ruang Digital” pada Sabtu, 27 Mei. Kegiatan ini semakin lengkap dengan sambutan dari Dirjen Aptika Kominfo RI Semuel Abrijani yang terus mempromosikan literasi digital.

Anggota Komisi I DPR RI, Fadllullah, mengingatkan bahwa etika semestinya tidak hanya berlaku pada ruang digital saja, tetapi di berbagai tempat.

“Beretika dan berspopan santun itu adalah bagian dari menghormati orang lain,” jelasnya.

Umar Mahdi selaku dosen Fakultas Hukum Universitas Jabal Ghafur menyebut etika warga negara Indonesia berkait erat dengan nilai-nilai yang ada di Pancasila, terutama sila ke-2. Dalam konteks media digital, etika kebebasan berpendapat dibatasi oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Di sisi lain, Umar Mahdi menyebut kebebasan pendapat dijamin dalam Undang-Undang dan Hak Asasi Manusia. Namun, penyampaian pendapat ini harus memerhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.

Dalam konteks ruang digital, ada potensi-potensi berita hoaks, ujaran kebencian, SARA, dan kebocoran data pribadi. Umumnya, seseorang baru dapat dituntut bila ada pengaduan untuk konteks ujarann kebencian. Akan tetapi, hal ini berbeda bila menyangkut simbol negara, seperti bendera dan burung Garuda Pancasila.

Ia menyebut ada banyak kasus penghinaan dan pencemaran nama baik yang sudahh terjadi di dunia maya. Teknik digital forensik dapat digunakan sebagai bukti jejak digital dari terduga kasus pencemaran nama baik.

Sri Rahmi, Dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh, menyebut era digital dapat menjadi tempat untuk mengasah kemampuan komunikasi publik. Etika komunikasi jadi krusial karena ia dapat membentuk opini publik, membangun niat dan mendorong tindakan seseorang. Sementara itu, Sri Rahmi juga menyebut adanya etika digital yang merupakan kemampuan individu dalam mengelola prilaku digital dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan adanya etika ini, tindakan perundungan daring, berita palsu, pelecehan dan ujaran kebencian dapat perlahan berkurang. Etika digital merupakan bagian yag tidak terpisahkan dari 4 pilar literasi digital, yaitu kemampua digital, etika digital, keamanan digital, dan budaya digital.

Sri Rahmi memberikan tips-tips yang dapat dipakai untuk melawan konten negatif. Pertama, menyaring informasi yang bermanfaat. Kedua, membedakan motivasi dan mencari informasi terlebih dahulu.

Ketiga, mengendalikan keinginan dalam akses informasi. Terakhir, tidak mengakses informasi yang merugikan diri dan orang lain.