Bagikan:

JAKARTA - Dualisme kepengurusan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Campuran (PPRSC) Apartemen GCM masih terus bergulir. Kali ini, masalah tersebut telah sampai ke Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI dan dihadiri Kapolda Metro Jaya.

Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi menjelaskan awal mula kisruh yang terjadi apartemen GCM Jakarta Pusat. Setelah selesai pembangunan, dibentuk Perhimpunan Pemilih Rumah Susun Campuran (PPRSC) GCM dengan SK Gubernur Nomor 1029 Tahun 2000.

Hingga tahun 2012, PPRSC menunjuk PT Duta Pertiwi untuk menjadi pengelola yang mengelola IPL (Iuran Pengelola Lingkungan). Namun pada 2013, PPRSC GCM mengumumkan kenaikan rencana IPL dan PPN.

Dari sanalah, sambung Kombes Hengki, awal mula konflik terjadi yang mendapatkan perlawanan dari sekelompok warga.

"Lima puluh orang ini membentuk Forum Komunikasi Warga (FKW) GCM atas inisiasi dari Tonny Soenanto dan Saurip Kadi. Kemudian, Forum Komunikasi Warga ini melakukan rapat umum luar biasa yang diinisiasi oleh Saurip Kadi, dan melakukan perubahan AD/ART serta membuat kepengurusan baru sehingga terjadi dualisme kepengurusan sejak 2013," katanya.

Akibat dualisme kepengurusan itu berimbas pada pengelolaan iuran warga. PPRSC GCM lama tetap menarik iuran melalui badan pengelola dan juga dilakukan oleh P3SRS GCM baru juga menarik iuran antara lain listrik, IPL dan air.

Namun kemudian listrik dan air untuk warga dipadamkan lantaran diduga tidak dibayarkan oleh pengurus P3SRS GCM Tonny Soenanto.

"Nah ini yang menjadi akar permasalahan sehingga menjadi konflik di apartemen ini," ujarnya.

Sementara Pengelola Apartemen GCM, Satya Dharma mengatakan, pihaknya berupaya meluruskan permasalahan kepengurusan yang tak kunjung selesai tersebut.

"Pengelola selalu melakukan perbuatan taat hukum, dan selalu berupaya memenuhi aspek legalitas dalam melakukan segala hal terkait pengelolaan apartemen Graha Cempaka Mas. Kehadiran pengelola Graha Cempaka Mas berdasarkan penunjukan PPRSC Graha Cempaka Mas," kata Satya Dharma kepada wartawan, Rabu, 24 Mei.

Lebih lanjut, Satya Dharma mengatakan bahwa permasalahan yang dialami oleh beberapa penghuni apartemen diantaranya tidak mendapatkan sumber air dan listrik adalah hal yang tidak benar.

"Pengelola tidak pernah melakukan teror, karena warga yang tidak mendapatkan air dan listrik adalah warga apartemen yang menunggak pembayaran Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL), tagihan listrik dan air dalam waktu yang lama," ujarnya.