Bagikan:

JAKARTA  - Bareskrim Polri bakal meminta keterangan dari pihak penjual resmi tiket konser Band Coldplay. Langkah ini dilakukan guna mengusut kasus penipuan penjualan tiket band asal Inggris tersebut.

"Kami akan mengundang penyedia jasa penjualan tiket resmi untuk mendapatkan keterangan," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramandhan kepada wartawan, Senin, 22 Mei.

Dalam pemeriksaan nanti, Bareskrim akan mendalami beberapa hal. Satu di antaranya soal mekanisme penjualan tiket band Coldplay.

"Sejauh mana prosedur penjualan tiket secara resmi. Karena penyedia jasa penjualan tiket resmi tersebut, memiliki tanggung jawab dalam hal sosialisasi kepada para pembeli," ungkapnya.

Di sisi lain, Polri juga mengimbau kepada seluruh masyarakat yang menjadi korban penipuan untuk segera melapor. Sehingga, tindak pidana itu dapat segera diusut tuntas.

"Kami imbau jika ada masyarakat yang menjadi korban, agar dapat segera mendapat laporan resmi agar dapat ditangani secara maksimal," kata Ramadhan.

Sejauh ini, tercatat baru ada satu laporan yang diterima Bareskrim Polri. Pelaporan itu teregister dengan nomor LP/B/106/V/2023/SPKT/Bareskrim Polri, tanggal 19 Mei 2023.

Pihak pelapor yakni Zainul Arifin. Ia merupakan kuasa hukum dari 14 korban yang berada di wilayah Jabodetabek. Mereka merugi sebesar Rp30 juta.

"Kami ke Bareskrim melaporkan atau memberikan informasi membuat laporan polisi terkait dengan peristiwa pidana dugaan penipuan melalui media elektronik, dalam hal ini penjualan tiket konser musik group band Coldplay," kata Zainul.

Menurutnya, para pelaku penipuan penjualan tiket itu diduga merupakan sindikat yang melibatkan oknum di beberapa promotor.

"Karena kenapa tidak berselang beberapa detik? War (perang rebutan) tiket itu dibuka, itu langsung closed (ditutup). Maka dari itu, kami mencurigai barangkali ada oknum yang di dalam itu bermain," tegasnya.

Zainul mengatakan pola penipuan penjualan tiket konser musik itu bukan yang pertama kali terjadi. Sejumlah korban juga pernah ditipu dengan pola serupa pada konser grup vokal asal Korsel BLACKPING serta acara kejuaraan MotoGP di Mandalika.

Dia menjelaskan kronologi pola penipuan tersebut ialah ketika calon pembeli menunggu penjualan tiket dibuka, laman penjualan daring itu langsung habis. Selain itu, semua akses pembelian tiket resmi pun sulit diakses, sehingga korban mencari jalan dengan cara mengakses melalui media sosial.

Dari media sosial itu, ada percakapan soal penjualan tiket. Kemudian, percakapan korban dipindahkan ke grup obrolan daring. Dari situlah ada transaksi yang satu sama lain memprovokasi saling mendukung, padahal bagian dari sindikat.

"Maka dari itu, pola-pola seperti itu memang harus ditelusuri oleh Bareskrim Polri supaya peristiwa hukum ini bisa terang benderang," jelasnya.

Zainul menyebutkan salah seorang korban yang merupakan kliennya membeli tiket melalui seseorang di media sosial Twitter.

Korban itu sudah mentransfer uang senilai Rp9 juta untuk satu tiket. Namun, hingga kini tiket tersebut belum didapat, sementara orang yang menjual tiket tersebut tidak bisa dihubungi.