JAKARTA - Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) Kao Kim Hourn menegaskan perlunya upaya regional untuk menangani kasus perdagangan manusia, yang sedang marak terjadi di kawasan Asia Tenggara akibat penyalahgunaan teknologi.
Menyadari pentingnya upaya bersama dalam mengatasi isu tersebut, para pemimpin ASEAN merilis Deklarasi tentang Pemberantasan Perdagangan Manusia akibat Penyalahgunaan Teknologi dalam KTT ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, pekan lalu.
“Tentu saja perhatian para pemimpin (ASEAN) adalah untuk melindungi warga negaranya agar tidak dimanfaatkan dalam tindak pidana akibat penyalahgunaan teknologi,” kata Kao usai pengarahan kepada perwakilan-perwakilan negara asing dikutip ANTARA, Senin 15 Mei.
Mengingat tidak ada satu negara pun yang bisa mengatasi masalah ini sendiri, ujar Kao, pendekatan regional sangat diperlukan terutama melalui kerja sama di antara lembaga-lembaga penegak hukum dari setiap negara anggota ASEAN.
“Saya pikir cara ini cukup menentukan, tentang bagaimana kita benar-benar mengatasi masalah ini sebagai kejahatan lintas batas… dan para pemimpin (ASEAN) pun setuju bahwa ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kerja sama dalam mengatasi isu ini secara efektif,” tutur Kao.
Tren kasus perdagangan manusia akibat penyalahgunaan teknologi dilaporkan hampir oleh seluruh negara ASEAN, meskipun fokus peristiwanya terjadi di beberapa negara seperti Myanmar, Kamboja, Filipina, Laos, dan Vietnam.
BACA JUGA:
Untuk itu, Deklarasi ASEAN tentang Pemberantasan Perdagangan Manusia akibat Penyalahgunaan Teknologi dinilai penting, terlebih karena kejahatan lintas negara kini makin berkembang di era maraknya teknologi dan media sosial.
Dalam deklarasi tersebut, para pemimpin ASEAN sepakat untuk memperkuat kerja sama dan koordinasi dalam pemberantasan perdagangan manusia dengan meningkatkan kapasitas penegak hukum dan lembaga terkait masing-masing negara anggota untuk menyelidiki dan mengumpulkan data dan bukti.
Selain itu, mereka sepakat meningkatkan kapasitas hukum untuk mengidentifikasi korban, mendeteksi, dan mengadili kejahatan, melakukan latihan dan operasi terkoordinasi bersama, serta penyelidikan bersama terkait tindak pidana perdagangan orang dan kejahatan transnasional lainnya.
“Pelaksanaannya akan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang secara teknis menangani itu, yaitu kepolisian, imigrasi, kejahatan siber, dan lain-lain. Semua itu akan bergerak lebih terkoordinasi karena sudah ada fatwa,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah kepada ANTARA, pekan lalu.
Presiden RI Joko Widodo sebelumnya menegaskan bahwa pemberantasan perdagangan manusia harus ditindaklanjuti dan dia mengajak negara-negara ASEAN untuk menindak tegas para pelaku utamanya.