SAMARINDA - ETW, wanita 36 tahun, mantan Mantri Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia yang kini ditahan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda, Kalimantan Timur, menggunakan modus 'nasabah topengan' (kredit fiktif) sehingga dapat menguasai debit.
"Tersangka menggunakan modus 'nasabah topengan', yakni kredit atas nama orang lain atau kredit fiktif dengan total kerugian negara sebesar Rp7,77 miliar," ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Samarinda Firmansyah Subhan di Samarinda, Antara, Selasa, 9 Mei.
Dalam penyelewengan kredit di perbankan ada dua istilah, yakni kredit topengan dan kredit tempilan.
Kredit topengan adalah pengajuan kredit dengan menggunakan nama orang lain dan seluruh uangnya dikuasai oleh orang lain yang bukan debitur.
Sedangkan kredit tempilan adalah kredit yang uangnya digunakan sebagian oleh debitur dan sebagian lagi digunakan oleh orang lain.
ETW yang kini menjadi tersangka merupakan mantan Mantri Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Kantor Cabang Samarinda 1.
Jaksa Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejari Samarinda telah menahan ETW selama 20 hari di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIA Samarinda, terhitung sejak tanggal 8 Mei hingga 27 Mei 2023.
Penahanan dilakukan oleh Jaksa Penyidik guna mempercepat proses penyidikan perkara dan berdasarkan ketentuan Pasal 21 Ayat (1) dan Ayat (4) KUHAP, karena tersangka dikhawatirkan melarikan diri, merusak, dan menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana.
Erfandi melanjutkan, ETW ditahan terkait dugaan penyalahgunaan fasilitas kredit dalam tiga tahun, yakni pada 2019 hingga 2021 pada tiga kantor unit, yakni BRI Unit Bengkuring, BRI Unit Sungai Dama, dan BRI Unit Karang Paci pada Kantor BRI Cabang Samarinda 1.
Perbuatan yang dilakukan tersangka dalam perkara ini telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp7,77 miliar, berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang dilakukan oleh BPKP Provinsi Kalimantan Timur.
BACA JUGA:
"Sebelumnya, ETW telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Jaksa Penyidik Tindak Pidana Khusus pada Kejari tanggal 5 April 2023. Penetapan dilakukan berdasarkan minimal dua alat bukti yang sah, sebagaimana yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 /1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)," ujar Erfandi.