JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) membuka pendaftaran calon hakim agung dan calon hakim ad hoc hak asasi manusia (HAM) pada Mahkamah Agung (MA).
Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Siti Nurdjanah mengatakan pendaftaran seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM tersebut menindaklanjuti surat wakil ketua MA bidang non-yudisial.
"Beberapa waktu lalu, Komisi Yudisial menerima dua surat yang berasal dari Mahkamah Agung ditandatangani oleh wakil ketua Mahkamah Agung bidang non-yudisial," kata Siti dilansir ANTARA, Senin, 8 Mei.
Siti menyebutkan surat pertama adalah Surat Nomor 1/WKMA.Y/IV/2023 perihal pengisian kekosongan jabatan hakim agung MA.
Jumlah kekosongan jabatan hakim agung itu, lanjutnya, yakni seorang hakim agung kamar perdata, delapan hakim agung kamar pidana, dan seorang hakim agung kamar tata usaha negara (TUN) khusus pajak.
"Surat yang kedua, Nomor 2/WKMA.Y/IV/2023, ini perihal pengisian kekosongan jabatan hakim ad hoc hak asasi manusia pada Mahkamah Agung," sambung dia.
Jumlah kekosongan jabatan hakim ad hoc HAM pada MA tersebut sebanyak tiga orang. Siti mengatakan pendaftaran calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM dilakukan secara daring pada 8-29 Mei 2023.
BACA JUGA:
Beberapa tahap seleksi yang perlu dilalui yakni seleksi administrasi, seleksi kualitas, seleksi kesehatan dan kepribadian, serta wawancara.
"Peserta seleksi diminta untuk mengabaikan pihak yang menjanjikan dapat membantu keberhasilan atau kelulusan dalam proses seleksi," jelasnya.
Sementara itu, Juru Bicara (Jubir) KY Miko Ginting mengatakan pembukaan seleksi untuk calon hakim ad hoc HAM di MA berlandaskan pada keputusan DPR yang tidak menyetujui usulan calon hakim ad hoc HAM yang sebelumnya diusulkan KY.
"Calon hakim ad hoc HAM di Mahkamah Agung itu juga berlandaskan pada keputusan DPR yang tidak menyetujui semua usulan calon dari Komisi Yudisial sekalipun Komisi Yudisial sudah melakukan seleksi dalam jangka waktu tertentu," jelasnya.
Seleksi calon hakim ad hoc HAM tersebut juga karena ada kebutuhan penanganan perkara yang berkasnya sudah masuk ke MA dan perlu diperiksa dengan segera oleh majelis hakim tingkat kasasi.
"Terutama karena ada kebutuhan penanganan perkara, terutama dalam perkara Paniai, itu berkasnya sudah ke Mahkamah Agung dan sangat urgent untuk kemudian diperiksa sesegera mungkin," ujar Miko.