Bagikan:

MATARAM - Kejaksaan Negeri Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, meningkatkan penanganan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana amanah pemberdayaan masyarakat (DAPM) periode 2017 sampai 2021 ke tahap penyidikan.

"Sesuai dengan hasil gelar, menyatakan penanganan perkara ini ditingkatkan dari tahap penyelidikan ke penyidikan," kata kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lombok Timur M. Isa Ansyori di Mataram, Antara, Jumat, 5 Mei. 

Dalam babak baru penanganan, Isa mengatakan bahwa pihaknya kini tengah menelusuri peran yang bertanggung jawab terkait dengan temuan unsur perbuatan melawan hukum (PMH) pada penyelidikan.

Untuk itu, kata dia, pemeriksaan saksi maupun penghitungan kerugian negara masuk dalam serangkaian agenda penyidikan.

Saksi-saksi yang akan diperiksa, lanjut dia, para pihak yang sebelumnya pernah memberikan keterangan pada tahap penyelidikan.

"Untuk kerugian negara, nantinya akan dikuatkan dari penghitungan ahli," ucap dia.

Isa menjelaskan bahwa pengelolaan DAPM ini bergulir di tengah masyarakat. Mereka bisa mendapatkan bantuan dana dalam bentuk kredit usaha kelompok.

Dana yang digelontorkan bersumber dari dana hibah APBN dalam program bantuan layanan masyarakat (BLM) pada tahun 2009.

Ia menjelaskan bahwa DAPM ini merupakan transformasi dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan pada tahun 2014 yang kini beroperasi menggunakan anggaran dari program BLM.

Pengurus DAPM, kata dia, mengelola kredit usaha untuk masyarakat berdasarkan akta notaris sesuai dengan syarat dari pemerintah pusat. Mereka berada di setiap kecamatan dengan status unit pengelola kegiatan (UPK).

"Legalitas pengelolaan DAPM ini adalah akta notaris perkumpulan," katanya.

Dari catatan kejaksaan, DAPM di Kabupaten Lombok Timur beroperasi dengan menggunakan sisa anggaran PNPM Mandiri Perdesaan pada tahun 2009. Negara tercatat menggelontorkan dana hibah untuk Kabupaten Lombok Timur secara bertahap dengan total akhir pada tahun 2014 sebesar Rp1,5 miliar.

Ia menuturkan bahwa dana itu terus berkembang dari keuntungan setoran kredit usaha kelompok masyarakat. Untuk di Kecamatan Suela, kata dia, pengurus DAPM kini mengelola dana sedikitnya Rp4 miliar.

Kejaksaan, kata dia, sudah mendapatkan keterangan yang menguatkan adanya PMH dari pengelolaan DAPM pada penyelidikan.

Indikasi pidana tersebut berkaitan dengan setoran kredit yang tidak sampai ke unit pengelola kegiatan (UPK) ke tingkat kecamatan.

Salah satu masalah yang muncul, kata dia, uang setoran kredit usaha dari kelompok masyarakat yang sudah dititipkan melalui pendamping tidak sampai ke UPK.

Dugaan lain, berkaitan dengan pencairan kredit usaha fiktif. Potensi pidana tersebut muncul karena tidak ada jaminan yang harus diberikan penerima kredit kepada pengurus DAPM.

Dengan adanya indikasi tersebut, kejaksaan mencatat adanya potensi kerugian negara sedikitnya Rp1 miliar. Nominal itu muncul untuk periode pengelolaan DAPM per tahun.