Bagikan:

DENPASAR - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menyatakan putusan sidang praperadilan yang menolak gugatan pihak pemohon Rektor Universitas Udayana Prof Dr I Nyoman Gde Antara (NGA) menegaskan fakta bahwa penyidik menetapkan tersangka sesuai aturan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Hasil praperadilan ini menegaskan kembali bahwa tim penyidik Kejati Bali melaksanakan tugas sesuai dengan SOP (standar operasional prosedur) sebagaimana yang diatur dalam KUHAP, tidak ada pesanan dari manapun atau istilahnya bersifat subjektif. Kami tetap melaksanakan projusticia sesuai yang diatur dalam KUHAP," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali Putu Agus Eka Sabana Putra di Denpasar, Bali, Selasa, 2 Mei.

Eka mengatakan dalam menetapkan Rektor Universitas Udayana Prof NGA dan tiga staf lainnya bahwa penyidik Kejati Bali memastikan tidak ada intervensi ataupun desakan dari pihak tertentu.

Terhadap pernyataan tim kuasa hukum yang menyatakan bahwa penetapan tersangka dugaan tindak pidana korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) penerimaan mahasiswa baru seleksi jalur mandiri di Universitas Udayana tidak memiliki alat bukti yang kuat, Eka Sabana mengatakan Kejati Bali telah membuktikan hal tersebut di dalam praperadilan itu.

"Kami tidak menanggapi apa yang disampaikan tersangka ya, putusan pengadilan juga sudah tentunya menganalisa itu mempertimbangkan bahwa apa yang disampaikan itu tidak benar," kata dia.

Menurut dia, sesuai KUHAP penyidik harus memiliki alat bukti yang kuat sebelum menjadikan seseorang menjadi tersangka, bukan sebaliknya menetapkan tersangka baru kemudian mencari alat bukti.

"Proses menuju penetapan tersangka pun harus melalui penyelidikan, penyidikan sesuai yang diatur dalam Undang-Undang seperti mengumpulkan alat bukti, keterangan saksi dan lain sebagainya," kata Eka.

"Kalau untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka otomatis kan dilakukan penyidikan dulu ada alat bukti keterangan saksi yang menerangkan bahwa ada perbuatan melawan hukum, ada dugaan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, di situ ada kerugian negara siapa yang melakukan perbuatan itu," ujarnya lagi.

Sebelum hakim membuat putusan yang pada intinya menolak permohonan pemohon Rektor Universitas Udayana dan tiga tersangka lainnya, kata Eka, Kejati Bali berkeyakinan bahwa apa yang dilakukan oleh penyidik sudah sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang.

Selanjutnya, kata dia, penyidik Pidana Khusus Kejati Bali akan melanjutkan proses penyidikan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya seperti pemeriksaan saksi-saksi dan juga pemeriksaan tersangka.

Dia pun mengatakan hasil penyidikan lanjutan akan menentukan apakah ada kemungkinan munculnya tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi dana SPI atau uang pangkal di Universitas Udayana.

"Hasil penyidikan nanti arahnya apakah ada tersangka baru atau ada keterlibatan pihak lain atau bagaimana, itu nanti dari hasil penyidikan tentunya," kata dia dikutip ANTARA.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Denpasar melalui Hakim Tunggal Agus Akhyudi telah memutuskan untuk menolak permohonan gugatan praperadilan pemohon Rektor Universitas Udayana Prof NGA karena penetapan tersangka tersebut sudah sesuai dengan KUHAP.

Dengan demikian, usaha Prof NGA dan tiga tersangka lainnya untuk terlepas dari status sebagai tersangka kandas di hadapan putusan Pengadilan Negeri Denpasar.

Tim kuasa hukum Prof. NGA yang dipimpin oleh Gede Pasek Suardika menilai putusan praperadilan tersebut hanya memenuhi syarat formil, namun secara materiil belum terpenuhi.

Menurut Suardika, dalam persidangan itu semestinya Kejati Bali membeberkan alat bukti kerugian keuangan negara yang merupakan hasil audit, sehingga penetapan Prof NGA sebagai tersangka dapat diterima.

"Kami meyakini dengan munculnya putusan MK nomor 25 tahun 2016 itu, sebenarnya kerugian negara harus muncul dulu, kemudian baru orangnya ditersangkakan. Tetapi, kalau memang begini konsepnya, ya sudah nanti kami uji di pokok perkara," kata Suardika.