Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani, menyoroti gugurnya prajurit TNI di pos penjagaan penyelamat pilot Susi Air, oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.

Menurutnya, peta besar solusi gangguan keamanan di Papua harus segera dirumuskan. Sebab, keamanan di Papua masih terus menjadi persoalan meski Presiden Joko Widodo berkali-kali mengunjungi bumi cenderawasih.

"Beberapa kali Presiden ke Papua dan berfokus pada pendekatan pembangunan, tapi kurang memberi penekanan pada aspek gangguan keamanan. Kita tidak ingin ada prajurit lagi yang gugur dan jangan ada lagi korban warga sipil,” ujar Christina kepada wartawan, Senin, 17 April.

Legislator Golkar itu menilai, perumusan kebijakan soal gangguan keamanan di Papua sangat penting lantaran selama ini operasi penegakan hukumnya dilakukan Polri. Sementara keterlibatan TNI hanya sekedar mendukung Polri.

“Menkopolhukam telah menyebut KKB kelompok teroris sejak 29 April 2021, maka sudah waktunya Perpres Pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme diundangkan, sehingga jelas peran seperti apa yang bisa dilakukan TNI,” kata Christina.

Bahkan, tambahnya, Komisi I DPR kerap menerima laporan bahwa banyak prajurit TNI yang dilema ketika berhadapan dengan hukum dalam memberikan penanganan keamanan di Papua, apalagi jika dikaitkan dengan hak asasi manusia (HAM).

“Padahal situasi di Papua saat ini bisa disebut dalam kondisi perang. Personel TNI dan Polri menjadi korban, warga sipil menjadi korban. Sampai kapan ini mau dibiarkan? Kami menunggu keseriusan pemerintah,” kata Christina.

Diketahui, Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya pada Sabtu 15 April 2023, kembali melakukan penyerangan di Distrik Mugi, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan.

Penyerangan dilakukan terhadap prajurit Satuan Tugas (Satgas) Batalyon Infanteri (Yonif) Raider 321/Galuh Taruna yang sedang melakukan operasi pembebasan terhadap pilot Susi Air, Philips Mark Methrtens.

Akibat penyerangan tersebut, seorang prajurit TNI bernama Pratu Miftahul Arifin gugur.

Pratu Miftahul Arifin dinyatakan meninggal dunia usai tertembak dan jatuh di jurang sedalam lebih kurang 15 meter.