Gerombolan KST Papua Berulah Lagi, Melarang Warga Intan Jaya Jual Hasil Bumi di Pasar
Perempuan di Intan Jaya Papua berjualan hasil bumi/ Foto: Dok. TNI

Bagikan:

JAKARTA - Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Kav Herman Taryaman menyebutkan, gerombolan kelompok separatis teroris (KST) melarang wanita dari sejumlah kampung di Kabupaten Intan Jaya, Papua, berjualan di pasar. Larangan itu disematkan kepada warga Kampung Hitadipa, Titigi, Bamanggo, Eknemba, Kampung Dugusiga, Mamba dan Sambili di Kabupaten Intan Jaya.

Kejadian terjadi ketika seorang wanita warga Hitapida melaporkan bahwa adanya gerombolan KST melarang wanita membawa hasil bumi menuju Pasar Sugapa. Gerombolan KST yang melarang berasal dari kelompok Daniel Aibon.

"Ada laporan dari warga kepada aparat keamanan. Setelah dicek di lapangan, memang benar gerombolan KST melarang mama-mama (wanita) berjualan di pasar," kata Kolonel Kav Herman Taryaman saat dikonfirmasi VOI, Rabu, 12 April.

Lebih lanjut, Kolonel Kav Herman mengatakan, dari informasi warga tersebut, gerombolan KST menghalangi sejumlah wanita yang akan menjual hasil bumi, agar tidak ada hasil bumi disekitar Pasar Sugapa.

"Warga dan khususnya mama-mama kecewa dan sangat marah, karena tidak bisa berjualan dan menghidupi keluarganya. Tentunya hal itu sangat merugikan masyarakat banyak, baik warga penjual yang tidak bisa mendapatkan penghasilan dari penjualannya dan warga pembeli yang tidak bisa memperoleh bahan makanan," ujarnya.

Perempuan di Intan Jaya Papua berjualan hasil bumi/ Foto: Dok. TNI

Adapun hasil bumi yang dijual di pasar Sugapa meliputi wortel, kol, ubi, sayur sawi, jeruk, nanas, kentang dan cabai. Hasil bumi tersebut juga bersumber dari kampung-kampung yang berada di sekitar Sugapa yang memiliki akses mudah menuju Pasar.

Sebelumnya, gerombolan separatis teroris (KST) membakar honai (rumah adat) warga Kampung Mbamonggo, Distrik Agisiga, Kabupaten Intan Jaya, Papua, Selasa, 11 April.

Selain membakar honai, KST juga menyebar berita hoaks terkait pelaku pembakaran disebutkan prajurit TNI.

"Mereka menebar berita pelaku pembakar honai tersebut disebut prajurit TNI, padahal mereka teroris alias KST sendiri yang membakarnya. Modus dan praktek seperti itu memang identik ulah teroris," kata Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Herman Taryaman saat dikonfirmasi VOI, Selasa, 11 April.