Apapun Alasannya, Menaikkan Tarif Tol saat Pandemi COVID-19 Tidaklah Tepat
Tol layang Jakarta - Cikampek. (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - PT Jasa Marga (Persero) Tbk akan melakukan penyesuaian tarif terhadap enam ruas tolnya mulai 17 Januari 2021. Salah satu yang melatarbelakangi perseroan melakukan penyesuaian tarif adalah kondisi badan usaha jalan tol (BUJT) yang kritis tertekan pandemi COVID-19. Meski begitu, pengamat kebijakan publik menilai langkah tersebut tidak tepat apapun alasannya.

Adapun enam ruas tol yang akan melakukan penyesuaian tarif yakni Jakarta Outer Ring Road (JORR), Cikampek-Padalarang (Cipularang), Padalarang-Cileunyi (Padaleunyi), Semarang Seksi A,B,C, Palimanan-Kanci (Palikanci), dan Surabaya-Gempol (Surgem).

Kemudian, penyesuaian tarif juga akan diberlakukan untuk Tol Layang Jakarta-Cikampek yang akan terintegrasi dengan Tol Jakarta-Cikampek eksisting.

Corporate Secretary Jasa Marga Mohammad Agus Setiawan mengatakan penyesuaian tarif ini sangat penting dilakukan. Sebab, pandemi COVID-19 telah membuat kondisi badan usaha jalan tol (BUJT) di seluruh negeri kritis.

Hal ini karena volume kendaraan di jalan tol anjlok hingga 50 persen. Di sisi lain, biaya operasional jalan tol tidak berkurang.

Agus berujar, Jasa Marga juga sangat prihatin terhadap kondisi pandemi COVID-19. Hanya saja, dampak dari pandemi juga tidak hanya menekan daya beli masyarakat, tetapi juga kesehatan badan usaha.

"Kondisi yang sangat berat ini memang tidak bisa dihindari. Jadi kalau kapan waktunya, ya tidak akan ada yang tepat untuk penyesuaian tarif. Tetapi dengan kondisi tadi sudah disampaikan, penetapan dan penyesuaian saat ini, sudah menunda cukup lama," tuturnya, dalam konferensi pers secara virtual, Kamis, 14 Januari.

Ilustrasi jalan tol. (Foto: Dok. Hutama Karya)

Jasa Marga memastikan terdapat rasionalisasi sehingga terdapat tarif yang naik dan juga turun. Agus juga menegaskan, Jasa Marga tetap berupaya untuk memenuhi standar pelayanan minimal (SPM).

Agus berujar bahwa Badan Usaha Jalan Tol telah menunda penyesuaian tarif tersebut hingga 13 bulan. Sementara itu, kata dia, ruas jalan tol merupakan bentuk investasi pada BUJT. Artinya, ada perjanjian investasi yang diterbitkan antara pemerintah dan BUJT.

"Mohon dipahami, kami badan usaha jalan tol (BUJT) dengan Kementerian PUPR dan Kementerian BUMN sudah sangat memperhatikan banyak pertimbangan dengan kondisi yang ada," jelasnya.

Contohnya, kata Agus, Tol Layang Jakarta-Cikampek pada akhirnya akan ditetapkan tarifnya yang terintegrasi dengan Tol Jakarta-Cikampek eksisting. Ia mengatakan, penarifan tersebut perlu dilakukan karena tingginya investasi yang dikucurkan untuk membangun ruas jalan tol layang Jakarta-Cikampek mengingat infrastruktur tersebut dibangun di atas jalan.

Menurut Agus, imbal investasi tersebut salah satunya diperoleh dari tarif yang dikenakan pada pengendara.

"Seharusnya ditarifkan jauh-jauh hari, sudah dioperasikan gratis sejak 15 Desember 2019 tapi baru ditarif saat ini. Apabila tidak ada pengembalian investasi maka BUJT akan ambruk," tuturnya.

Penyesuaian tarif sudah memperhitungkan kemampuan pengguna jalan

Kepala Bagian Umum Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Mahbullah Nurdin mengatakan pemerintah menetapkan penyesuaian tarif juga telah memperhitungkan kemampuan atau daya beli pengguna jalan.

"Tidak serta merta menaikan tanpa hitungan, kita menaikan berdasarkan hitungan kemampuan pengguna jalan. Selain itu juga memperhatikan besaran kebutuhan dari biaya operasi kelayakan jalan tol itu sendiri," tutur Nurdin.

Tol JORR. (Foto: Dok. Kementerian PUPR)

Tak hanya itu, kata Nurdin, penyesuaian tarif memang harus dilakukan. Menurut dia, hal ini demi kelangsungan investasi dari BUJT. Sebab, jalan tol dibuat bukan dari APBN seluruhnya.

"Keseimbangan antar keberlanjutan industri jalan tol harus kita perhatikan. Termasuk juga kepentingan konsumen. Kami BPJT sangat serius dalam mempertimbangkan keseimbangan. Penundaan penyesuaian juga kami lakukan dengan memperhatikan kondisi masyarakat termasuk pandemi COVID-19," jelasnya.

Nurdin menilai, saat ini pertumbuhan ekonomi sudah mulai membaik. Selain itu juga didukung dengan penerapan vaksinasi vaksin COVID-19 yang sudah dimulai sejak Rabu, 13 Januari.

"Insyaallah pandemi segera diangkat dari bumi Indonesia sehingga ekonomi membaik. Maka ini (penyesuaian tarif tol) dilaksanakan mulai 17 Januari 2021," tuturnya.

Penyesuaian tak tepat dilakukan

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai bahwa langkah pemerintah melakukan penyesuaian tarif di saat pandemi COVID-19 masih berlangsung tidaklah tepat.

"Menurut saya tidak tepat. Apapun alasannya. Karena kondisinya saat ini, masyarakat kita daya belinya turun. Kedua, kondisi rumah tangga memprihatinkan saat ini. Ketiga, tabungan masyarakat sudah habis untuk bertahan di 2020," tuturnya, saat dihubungi VOI, Kamis malam, 14 Januari.

Alasan lainnya, kata Trubus, penyesuaian tarif ini akan berdampak kepada naiknya harga bahan pokok. Sehingga, akan membuat masyarakat semakin tertekan di tengah krisis akibat pandemi COVID-19 ini.

"Penyesuaian tarif ini kan akan berdampak pada logistik jadi harga barang dan jasa naik. Karena itu, menurut saya pemerintah jangan menaikkan dulu tarif tol. Sehingga harga-harga masih bisa dikendalikan. Kalau tolnya naik, otomatis harga-harga barang naik," ucapnya.

Trubus tak menampik, situasi pandemi pasti juga berdampak pada bisnis usaha jalan tol (BUJT). Namun, melakukan penyesuaian tarif saat ini bukanlah solusi yang tepat.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah. (Foto: Dok. Antara)

"Risiko bisnisnya memang tinggi, tapi pemerintah harus menahan untuk tidak menaikkan agar tidak membebani masyarakat. Paling tidak menunggu perkembangan vaksinasi massal," tuturnya.

Menurut Trubus, Jasa Marga harus bisa menahan untuk tak melakukan penyesuaian tarif hingga satu tahun ke depan sekaligus menunggu bagaimana dampak vaksinasi terhadap pemulihan ekonomi nasional.

"Lihat dulu perkembangan vaksinasi terhadap ekonomi. Karena kan saat ini kita sedang mengalami resesi ekonomi. Jadi biar positif atau paling tidak mendekati nol, komsumsi masyarakat tumbuh, kegiatan ekonomi berjalan, baru Jasa Marga menaikkan tarif," ucapnya.