Wamenkumham: KUHP Baru Tidak Gunakan Hukum sebagai Ajang Balas Dendam
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) RI Prof Edward Omar Sharif Hiariej/ANTARA

Bagikan:

PADANG - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof. Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional baru berorientasi pada hukum pidana modern. KUHP tidak menggunakan hukum pidana sebagai ajang balas dendam.

"KUHP nasional sudah berorientasi pada keadilan korektif, keadilan restoratif dan rehabilitatif," kata Edward Omar Sharif Hiariej di Padang, dikutip dari Antara, Kamis, 30 Maret. 

Selain tidak lagi berorientasi pada ajang balas dendam, visi KUHP mencakup reintegrasi sosial. Artinya, KUHP yang disahkan pada 6 Desember 2022 masih memberikan ruang kepada pelaku kejahatan untuk memperbaiki diri.

"Orang yang melakukan kesalahan masih diberikan kesempatan kedua untuk bertobat dan tidak lagi melakukan tindakan pidana," ujar dia.

Di hadapan mahasiswa, Eddy sapaan akrabnya, menyebutkan lima misi yang diusung KUHP baru. Pertama, dekolonisasi atau berusaha melepaskan dan menghilangkan nuansa kolonial sebagaimana yang terdapat di KUHP lama.

Berikutnya, misi KUHP nasional yang baru ialah demokratisasi atau menjamin kebebasan berekspresi, berpendapat, mengeluarkan pikiran (lisan dan tulisan) namun terdapat pembatasan.

Ia mengatakan pembatasan tersebut juga merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi pasal-pasal yang dianggap merintangi demokrasi.

Misi KUHP ketiga yaitu mencoba menghimpun kembali berbagai ketentuan yang berada di luar KUHP baru (konsolidasi). Keempat, melakukan sinkronisasi dan harmonisasi dengan berbagai peraturan perundang-undangan di luar KUHP yang terdapat sanksi pidana.

Terakhir, KUHP nasional yang baru berlaku efektif pada 2 Januari 2026 tersebut mengusung misi modernisasi. Dengan kata lain, KUHP nasional sudah menyesuaikan perkembangan zaman terutama aspek teknologi.