Bagikan:

JAKARTA - Rusia dan China tidak membentuk aliansi militer, dengan kerja sama antara angkatan bersenjata kedua negara "transparan", kata Presiden Vladimir Putin dalam komentar yang disiarkan pada Hari Minggu, setelah pekan lalu menerima Presiden Xi Jinping.

Presiden Putin dan Xi menyatakan persahabatan kedua negara, menjanjikan hubungan yang lebih erat, termasuk di bidang militer, selama pertemuan puncak mereka di Kremlin, Moskow pada 20-21 Maret.

"Kami tidak menciptakan aliansi militer dengan China," kata Presiden Putin di televisi pemerintah, melansir Reuters 26 Maret.

"Ya, kami memiliki kerja sama dalam bidang interaksi teknis militer. Kami tidak menyembunyikan hal ini. Semuanya transparan, tidak ada yang rahasia," tandasnya.

Dalam pidato yang disiarkan di televisi, Presiden Putin menepis anggapan peningkatan hubungan Moskow dengan Beijing di bidang-bidang seperti energi dan keuangan, berarti Rusia menjadi terlalu bergantung pada China, mengatakan ini adalah pandangan dari "orang-orang yang cemburu".

"Selama beberapa dekade, banyak orang yang ingin membuat Tiongkok melawan Uni Soviet dan Rusia, dan sebaliknya," ujar Presiden Putin.

"Kami memahami dunia tempat kami tinggal. Kami sangat menghargai hubungan timbal balik kami dan tingkat yang telah mereka capai dalam beberapa tahun terakhir," tandasnya.

Lebih jauh, Presiden Putin juga menuduh Amerika Serikat dan NATO berusaha membangun "poros" global baru, yang menurutnya memiliki kemiripan dengan aliansi Perang Dunia Kedua antara Jerman Nazi, Italia fasis dan kekaisaran Jepang.

Presiden Putin menyebut Australia, Selandia Baru dan Korea Selatan sebagai negara yang berada dalam antrean untuk bergabung dengan "NATO global", serta merujuk pada perjanjian pertahanan yang ditandatangani oleh Inggris dan Jepang pada awal tahun ini.

"Itulah sebabnya para analis Barat ... berbicara tentang Barat yang mulai membangun poros baru yang mirip dengan yang diciptakan pada tahun 1930-an oleh rezim fasis Jerman dan Italia serta Jepang yang militeris," katanya.

Diketahui, Tiongkok dan Rusia menandatangani perjanjian kemitraan "tanpa batas" pada awal 2022, hanya beberapa minggu sebelum Presiden Putin mengirim puluhan ribu tentara ke Ukraina.

Beijing telah menahan diri untuk tidak mengkritik keputusan Presiden Putin dan mengajukan rencana perdamaian untuk Ukraina. Barat telah menolak proposal-proposal tersebut sebagai taktik untuk memberi Putin lebih banyak waktu untuk membangun kembali pasukannya di Ukraina.

Sementara, Washington baru-baru ini mengatakan, mereka khawatir Beijing akan mempersenjatai Rusia, sesuatu yang dibantah oleh China.