JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar menyampaikan hal yang perlu digarisbawahi dalam menyelesaikan kekerasan di Papua adalah pendekatan-pendekatan humanis oleh aparat penegak hukum.
“Kita ingin hukum terorisme ini tidak hanya berpikir tentang penindakan, bukan dengan senjata terus, melainkan pendekatan-pendekatan lunak karena yang diubah (adalah) cara berpikir. Penegakan hukum dan pencegahan harus dilakukan secara imbang,” kata Boy Rafli dalam rapat koordinasi kesiapan aparat penegak hukum di Jayapura, Papua dilansir ANTARA, Selasa, 21 Maret.
Boy menegaskan penegakan hukum dan pencegahan harus dilakukan secara imbang dan tidak diskriminatif.
Boy menerangkan, dalam penerapan UU Anti Terorisme Nomor 5 Tahun 2018, pencegahan dilakukan melalui kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi.
BNPT melakukan upaya pencegahan tersebut dengan pendekatan lunak bersama pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, pelaku usaha, akademisi, serta media.
Kesiapsiagaan nasional dan kontra radikalisasi di Papua dilakukan melalui pembentukan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme, Duta Damai, dan Wadah Akur Rukun Usaha Nurani Gelorakan NKRI atau Warung NKRI.
Boy Rafli juga berharap, ke depannya, deradikalisasi dapat dilakukan bagi entitas yang melakukan kekerasan di Papua.
“Kami berharap program deradikalisasi bisa dijalankan di Papua,” ujarnya.
BACA JUGA:
Pelaksanaan koordinasi dengan aparat penegak hukum di Papua ini diharapkan dapat mengoptimalkan hubungan aparat tingkat pusat dengan daerah dalam penguatan criminal justice system yang berkontribusi menyelesaikan permasalahan di wilayah rawan konflik.
Sebelumnya, BNPT juga telah meresmikan Warung NKRI ke-24 di Lumbung Kopi Papua The Hele’yo Sentani, Papua (20/3).
Warung ini akan menyelenggarakan dialog-dialog kebangsaan untuk mengingat kembali nilai luhur yang menjadi fondasi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Harapannya, Warung NKRI dapat mendorong kesatuan dan persatuan di tanah Papua.