JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan program akselerasi pemenuhan jumlah tenaga dokter spesialis di dalam negeri, mengutamakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang kini berpraktik di luar negeri.
"Intinya, kami ingin mempermudah proses kembalinya dokter WNI ke Indonesia. Dokter berstatus Warga Negara Asing (WNA) bukan prioritas untuk menambah dokter di dalam negeri," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan, Indonesia sedang mengalami kekurangan jumlah dokter spesialis untuk memeratakan layanan hingga ke pelosok negeri.
Profesi dokter spesialis yang dibutuhkan di antaranya 3.941 dokter Obstetri Ginekologi, untuk mengatasi kejadian sekitar 300 ibu hamil meninggal dari 100.000 kelahiran hidup.
Selain itu, bayi neonatal dengan rentang usia 0--28 hari dilaporkan meninggal dari setiap 1.000 kelahiran. Angka ini jauh di atas negara lain, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Sistem Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang berlaku saat ini masih memerlukan rata-rata 36 tahun untuk memproduksi kebutuhan dokter kandungan di Indonesia.
Selain layanan obgin, juga dibutuhkan penambahan dokter spesialis kesehatan anak sebanyak 3.662 dokter, dokter penyakit dalam 2.581 dokter.
Dengan jumlah dosen dan kuota mahasiswa per dosen saat ini, fakultas kedokteran di Indonesia diperkirakan membutuhkan 1,36 tahun untuk memenuhi kebutuhan dokter spesialis obgin, 2,26 tahun untuk dokter spesialis kesehatan anak, 3,23 tahun untuk dokter spesialis penyakit dalam
"Pada prinsipnya, karena SDM kita kurang dan tidak merata, sehingga kami mau transformasi layanan rujukan diperluas, utamanya untuk layanan katastropik. Setelah dihitung, bukan persoalan sarana prasarana saja, tapi butuh juga pemenuhan seperti layanan jantung, butuh 10 hingga 15 dokter spesialis, kalau dihitung butuh waktu 3-hingga 5 tahun," katanya.
Upaya yang dilakukan Kemenkes saat ini adalah mempermudah proses adaptasi dokter spesialis WNI lulusan luar negeri dengan cara menyederhanakan prosedur.
"Contohnya, ada yang dua tiga tahun baru keluar proses adaptasi di Indonesia, selama adaptasi tidak boleh praktik, padahal dia butuh menghidupi keluarga. Ada juga yang selama ini sulit urus adaptasi, berapa lama dia kerja di RS luar negeri, tapi di sini, disuruh ke pelosok, padahal dia sudah senior," katanya.
Kemenkes hingga saat ini masih melakukan evaluasi terhadap mekanisme adaptasi bagi dokter WNI di luar negeri agar bisa kembali ke Tanah Air lebih mudah.
BACA JUGA:
Terhadap dokter berstatus WNA, kata Nadia, diperkenankan berpraktik di Indonesia selama memenuhi ketentuan yang berlaku di dalam negeri, salah satunya melalui mekanisme transfer ilmu pengetahuan dan teknologi.
"Kami sebelumnya tidak pernah terpikir untuk membuka WNA praktik di Indonesia. WNA bisa berpraktik, tapi bagian dari kerja sama rumah sakit. Dia bawa WNA dokter ke faskesnya di Indonesia, tapi hanya boleh berpraktik di situ saja," katanya.