Bagikan:

SOLO - Angka kasus stunting atau kekerdilan di Kota Solo, Jawa Tengah, mencapai 788 anak pada tahun 2022. Salah satu faktor lantaran ekonomi akibat orang tua kena pemutusan hubungan kerja (PHK)

"Bukan masalah tinggi atau rendah, tapi 788 ini sudah terdeteksi stunting. Pada 1.000 hari pertama kehidupan mereka tertinggal," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surakarta Purwanti dikutip ANTARA, Senin, 6 Maret.

Ia mengatakan seharusnya sebelum usia dua tahun, anak sudah harus terjamin kandungan gizi mereka.

"Bukan hanya penyediaan menu yang mengandung gizi tetapi juga pola asuh untuk bantuan tumbuh kembang," kata Purwanti.

Dalam hal ini, lanjut dia, diperlukan upaya dari berbagai mitra kerja. Selain itu pola asah, asih, dan asuh, dari keluarga juga harus diperhatikan.

"Kami ingin zero stunting harus totalitas, keluarga, masyarakat, dan pemerintah," ujar Purwanti.

Ia mengatakan angka ini tidak dapat dibandingkan dengan tahun sebelumnya mengingat selama pandemi COVID-19 pengecekan anak melalui kader posyandu dilakukan dari pintu ke pintu.

"Selama pandemi kan posyandu belum buka, jadi belum optimal diukur juga," katanya.

Sementara itu, lanjutnya, pandemi COVID-19 juga memberikan dampak pada tingginya angka stunting, salah satunya terjadinya penurunan ekonomi keluarga. "Orang tua di-PHK, berdiam di rumah," kata Purwanti.

Terkait hal itu Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka mengakui angka stunting di Kota Solo masih cukup tinggi.