JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI bersama pakar kontra-terorisme dan keamanan dari Uni Eropa menyusun pedoman program deradikalisasi, rehabilitasi dan reintegrasi untuk menanggulangi ancaman terorisme di kawasan Asia Tenggara (ASEAN).
"Workshop ini penting untuk mengidentifikasi apa strategi yang berhasil dan apa yang kemungkinan tidak berhasil dari sebuah program, dan juga mengidentifikasi best practices yang bermanfaat bagi negara-negara di kawasan ASEAN, ketika berhadapan dengan program deradikalisasi, rehabilitasi, dan reintegrasi, untuk disusun dalam sebuah guidelines" kata Deputi Bidang Kerjasama Internasional BNPT Andhika Chrisnayudhanto dalam keterangan dikutip ANTARA, Sabtu, 4 Maret.
Andhika yang juga Ketua SOMTC WG on CT (Kelompok Kerja Pejabat Senior ASEAN pada isu Penanggulangan Terorisme) itu menjelaskan terorisme merupakan ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional, termasuk di kawasan ASEAN.
Dia mengatakan salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk menanggulangi ancaman terorisme di ASEAN adalah memastikan keberhasilan program deradikalisasi, rehabilitasi dan reintegrasi. Dalam memastikan keberhasilan ketiga program tersebut, perlu adanya pedoman berisi beragam best practices (pengalaman terbaik).
"Kemudian, keberadaan pedoman tersebut juga mendapat respon positif dari pakar kontra terorisme/keamanan Uni Eropa untuk South Sast Asia Marc Vierstraet," ujarnya.
Menurut dia, pedoman itu juga diharapkan bersifat adaptif untuk diterapkan di seluruh negara di kawasan ASEAN.
"Ada banyak ide, informasi dan pengalaman dari para ahli, baik dalam aspek deradikalisasi, rehabilitasi ataupun reintegrasi selama workshop ini berlangsung. Semua input akan disusun menjadi sebuah guidelines untuk diterjemahkan, dipahami dan bersifat adaptif bagi seluruh negara di kawasan ASEAN," katanya.
BACA JUGA:
Pedoman (guidelines) juga akan berperan dalam memastikan individu yang pernah terlibat tindak pidana terorisme berintegrasi ke masyarakat dan tidak kembali mengulangi tindakan terorisme setelah mendapatkan program deradikalisasi, rehabilitasi dan reintegritasi.
"Tidak mudah mengubah pola pikir seseorang, rehabilitasi dan reintegrasi adalah pekerjaan seumur hidup. Bagaimana mendukung mereka secara berkelanjutan agar tidak kembali pada pemahaman yang salah," kata Asisten Profesor di International Institute of Islamic Thought and Civilisation (ISTAC), International Islamic University Malaysia, Ahmad El-Muhammady.
Dia menyebutkan pengalaman-pengalaman terbaik yang telah tersusun, di antaranya pemberian pelatihan bagi seluruh komponenr yang mengerjakan langsung program deradikalisasi, rehabilitasi dan reintegrasi.
"Kemudian, penguatan regulasi kebijakan, pemberdayaan masyarakat dalam proses reintegrasi sosial, hingga pembuatan buku saku tentang bagaimana mendeteksi dini individu yang telah terpapar," ujarnya.