Bagikan:

BANJARMASIN - Mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif yang menjadi terdakwa gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TTPU) disebut telah menerima "fee" proyek mencapai Rp10 miliar dari enam kontraktor yang dihadirkan di persidangan Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

"Dari enam saksi, lebih dari Rp10 miliar fee yang disetorkan kontraktor, termasuk saksi Irwan menyetor Rp4,67 miliar," ujar jaksa penuntut umum (JPU) KPK Taufiq Ibnugroho di Banjarmasin dilansir ANTARA, Rabu, 1 Maret.

Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Jamser Simanjuntak, saksi Irwan mengakui sering memenangkan tender proyek peningkatan jalan di HST rentang waktu tahun 2016 hingga 2017.

Salah satunya, proyek peningkatan jalan di Kecamatan Batang Alai pada 2016 dengan nilai Rp14 miliar dan dia menyetorkan fee Rp1,3 miliar untuk terdakwa selaku Bupati HST saat itu diserahkan melalui mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Barabai Fauzan Rifani.

Kemudian di tahun 2017 Irwan kembali mendapatkan proyek peningkatan jalan di Kecamatan Batang Alai senilai Rp13,6 miliar dan total fee yang disetorkan Rp1,1 miliar.

"Fee disepakati 10 persen untuk Bupati saya serahkan ke Fauzan," kata dia di persidangan.

Sementara dari keterangan saksi Kamarul Zaman mengatakan para kontraktor mau tidak mau harus memberikan fee setiap mendapatkan proyek agar terus mendapatkan pekerjaan.

Menanggapi keterangan para saksi, Abdul Latif membantah bahwa setoran fee kontraktor buka atas perintahnya.

"Saya juga baru tahu kalau Fauzan bisa memberi proyek," kata Latif yang mengikuti persidangan secara virtual dari Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.

Diketahui Abdul Latif didakwa oleh JPU KPK menerima gratifikasi sebesar Rp41 miliar lebih yang didapat dari jabatannya sebagai Bupati HST tahun 2016 hingga 2017.

Terdakwa dijerat Pasal 12 B juncto pasal 18 Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam dakwaan kedua, JPU menjerat dengan Pasal 3 Undang Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.