JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Hetifah Sjaifudian mengkritik kebijakan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat yang mewajibkan siswa khususnya pelajar SMA/SMK masuk sekolah pukul 05.00 WITA.
Menurutnya, sebelum diterapkan ke siswa, sebaiknya kebijakan tersebut dicoba dahulu oleh gubernur dan jajaran Pemerintah Provinsi NTT untuk berkantor dimulai jam 5 pagi.
"Kalau mau, trial dulu, bisa praktikkan untuk gubernur dan pegawai kantor Pemprov. Tapi sambil diminta ahli kesehatan dan psikologi melakukan penelitian praktik ini," ujar Hetifah kepada wartawan, Rabu, 1 Maret.
Menurut Hetifah, alasan gubernur Viktor terkait kebijakan aktivitas sekolah dimulai jam 5 pagi untuk meningkatkan etos kerja anak-anak SMA dan SMK, sangat tidak masuk akal.
"Enggak ada evidence yang menunjukkan bahwa sekolah sepagi itu meningkatkan etos kerja, alasannya enggak masuk akal," tegasnya.
Justru, lanjut Hetifah, kebijakan tersebut akan sangat berisiko bagi siswa. Sebab karena terlalu pagi maka bisa berdampak pada kesehatan hingga gangguan emosi para siswa.
"Sekolah kepagian itu meningkatkan banyak resiko yang negatif-negatif, khususnya bagi siswa. Tidur yang kurang itu berdampak ke risiko kesehatan, performa yang menurun di sekolah, dan gangguan emosi," jelasnya.
Hetifah mengatakan, berdasarkan American Academy of Pediatrics dan ahli kesehatan di negara lain, waktu ideal memulai sekolah adalah pukul 08.30. Dikatakannya, anak yang mendapatkan istirahat cukup menunjukkan prestasi dan kehadiran lebih baik di sekolah.
Hetifah juga mencontohkan pengalamannya sebagai orang tua terkait waktu dengan anak yang terimbas dengan penerapan tersebut. Menurutnya, dengan waktu jam sekolah yang tak terlalu pagi, sang anak akan sempat berinteraksi dengan orang tua dan menikmati sarapan paginya.
"Dari pengalaman saya sebagai ibu 4 anak, waktu di pagi hari kan bagus buat keluarga berinteraksi sambil sarapan bareng dan lain-lain," ungkap legislator Golkar dapil Kalimantan Timur itu.
"Dan yang penting juga, irama hidup seluruh keluarga juga terpengaruh. Ketika jam aktivitas anggota keluarga khususnya anak berubah, ritme bisa menjadi berubah ke tidak beraturan. Yang dampak manfaat baiknya masih dipertanyakan," sambung Hetifah.
Oleh karena itu, Hetifah meminta Pemerintah Provinsi NTT tak asal membuat kebijakan karena bisa berpengaruh negatif terhadap kesehatan murid. Dia menyarankan agar Pemprov NTT mendengar pendapat para pakar, aspirasi, guru, murid, orang tua serta melakukan kajian ilmiah terhadap kebijakan tersebut.
BACA JUGA:
"Jadi harusnya enggak bisa asal gonta-ganti drastis sendiri kayak gitu. Saran saya sih lebih baik dinas pendidikan mendengarkan pendapat pakar dan aspirasi guru, murid, orangtua, serta melakukan kajian ilmiah, sebelum membuat kebijakan drastis seperti ini," imbuhnya.