Wakil Ketua MPR HNW Dukung PP Kebiri Kimia Predator Seks Anak, Sarankan Jokowi Tiru Situs AS
Ilustrasi/Pixabay

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid mengapresiasi dan mendukung terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi). PP 70 mengatur tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia untuk pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

HNW, sapaan akrab Hidayat, mengatakan PP itu harus dikawal dan dilaksanakan secara maksimal agar menguatkan perlindungan terhadap anak.

"Agar kuatkan perlindungan kepada anak, PP pengebirian predator anak harus dilaksanakan maksimal," ujar HNW dikutip Antara, Selasa, 5 Januari.

Anggota Komisi VIII DPR itu menilai PP 70/2020 bisa menjadi wujud keseriusan pemerintah dalam menangani kasus kejahatan seksual terhadap anak, bila dilaksanakan secara baik dan benar.

Termasuk juga ketentuan-ketentuan dalam PP itu pun harus bisa terlaksana seperti apa adanya, seperti ketentuan pada pasal 2 mengenai alat pendeteksi elektronik berupa gelang, yang dipakaikan kepada eks-narapidana pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

"Alat itu harus benar-benar dipastikan dapat memantau gerak gerik para mantan napi predator anak, agar kejahatan terhadap Anak tidak berulang dan berlanjut," kata Nur Wahid.

Selain itu, dia juga mendorong agar pemerintah membuka data mantan napi predator seksual anak agar bisa diakses publik.

Sehingga publik bisa melakukan tindakan-tindakan preventif untuk melindungi dan menyelamatkan anak-anak mereka dari kejahatan para pelaku kekerasan seksual terhadap anak tersebut.

HNW mendorong pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), untuk menciptakan terobosan terkait pelaksanaan PP 70/2020 tersebut.

Misalnya, dengan membuat situs web yang berisi informasi terkait para eks-napi kekerasan seksual terhadap anak beserta tempat tinggalnya, agar membuat masyarakat waspada, agar anak-anak bisa semakin dilindungi, dan potensi terulangnya kejahatan dapat dikurangi.

“Dalam Pasal 21 ayat (1) PP tersebut, ada ketentuan tentang pengumuman identitas pelaku kejahatan seksual, di antaranya, melalui website Kejaksaan, selama satu bulan kalender. Namun, seharusnya pengumuman itu juga dilakukan oleh Kementerian PPPA dengan mencantumkan dimana para eks-napi tersebut tinggal, terutama mereka yang diharuskan menggunakan gelang elektronik,” ujarnya.

Menurutnya, situs khusus terkait informasi identitas dan tempat tinggal para eks napi kejahatan seksual anak itu dibutuhkan untuk membangun kewaspadaan orangtua untuk melindungi anak-anak mereka.

"Praktik pembuatan website seperti itu dapat mencontoh website Dru Sjodin National Sex Offender Public Website, https://www.nsopw.gov/, di Amerika Serikat. Jadi, setiap orang dapat mengetik alamat rumahnya, lalu bisa memperoleh informasi berapa dan siapa saja eks napi kejahatan seksual yang tinggal dalam radius 1 mil di sekitar rumahnya,” ujarnya.

Menurut HNW, program semacam itu sangat perlu dikembangkan oleh Kementerian PPPA untuk mendukung PP terkait eks-napi pelaku kekerasan seksual anak, sehingga upaya melindungi anak sebagai salah satu tugas utamanya dapat berjalan maksimal.

"Maka apabila Kementerian PPPA akan mengumumkannya dalam website, itu harus dilakukan secara serius dan profesional. Juga disosialisasikan dengan maksimal, agar tidak kontraproduktif,” ujarnya.