Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengharapkan jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan banding atas tidak dikabulkannya tuntutan atas Herry Wirawan berupa hukuman mati, pemberatan sanksi kebiri, dan penyitaan kekayaan untuk diberikan kepada para korban.

”Demi keadilan dan bukti nyata keseriusan pemberantasan kekerasan serta kejahatan seksual terhadap anak, maka hendaknya JPU segera mengajukan banding ke pengadilan tinggi. Dengan demikian, keadilan hukum dan keseriusan pemberantasan kejahatan seksual dapat benar-benar diperjuangkan dan diwujudkan,” kata HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid dalam keterangan tertulis dikutip Antara, Rabu, 16 Februari.

Menurutnya, hukuman seumur hidup yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, kepada Herry Wirawan selaku terdakwa kasus pemerkosaan 13 santriwati tidak memenuhi rasa keadilan. HNW menyesalkan keputusan majelis hakim itu.

"Di tengah maraknya kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak-anak serta keseriusan pemerintah bersama DPR RI mengundangkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, hakim tidak menjatuhkan vonis maksimal sesuai tuntutan jaksa," ujarnya.

Bahkan, HNW memandang, apabila merujuk pada Pasal 81 ayat (1-5) juncto Pasal 76 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah melalui UU Nomor 17 Tahun 2016, kejahatan seksual yang dilakukan Herry Wirawan terhadap 13 korban sangat biadab sehingga layak mendapatkan sanksi hukum maksimal, seperti hukuman mati dengan pemberatannya.

Ia menyampaikan kejahatan yang dilakukan Herry secara berulang sejak 2016 sampai 2021 berdampak serius kepada para korban karena 9 di antaranya melahirkan di usia belia.

“Putusan hakim memberikan hukuman seumur hidup dengan alasan keadilan bagi korban justru tidak bisa memenuhi keadilan untuk para korban sesuai ketentuan dalam UU Perlindungan Anak yang masih berlaku,” ujar HNW.

Menurutnya, vonis seumur hidup yang tidak diperberat dengan hukuman kebiri dan penyitaan harta sebagai kepedulian terhadap para korban adalah hukuman yang tidak memenuhi keadilan publik.

Putusan tersebut, ujar HNW, tidak memperlihatkan keberpihakan kepada korban serta keseriusan dalam pemberantasan kejahatan seksual.

“Padahal, baik hukuman mati, hukuman kebiri, maupun penyitaan harta adalah legal dan sangat dimungkinkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah terakhir kali melalui UU Nomor 17 Tahun 2016. Yang bersangkutan sangat layak dijatuhi hukuman yang berlaku di negara hukum Indonesia,” jelas HNW.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menilai tuntutan maksimal kepada predator seksual terhadap anak akan membuktikan keseriusan aparat penegak hukum dalam penegakan hukum berkeadilan serta keberpihakan pada korban.

Selain itu, ujar dia, hukuman maksimal berguna untuk mengatasi kejahatan dan kekerasan seksual yang semakin mengkhawatirkan, sekaligus akan menimbulkan efek jera kepada para pelaku sehingga Indonesia terbebas dari bahaya predator seksual terhadap anak.