Bagikan:

SEMARANG - Wali Kota Semarang, Jawa Tengah, Hevearita Gunaryanti Rahayu meminta lurah sebagai pemangku wilayah tidak membiarkan pedagang kaki lima (PKL) menjamur tidak terkendali di daerahnya.

"Jangan sampai ada sedikit ruang kosong diizinkan. Kalau memang tidak boleh, ya tidak boleh (berjualan) di situ," kata Ita, sapaan akrab Hevearita di Semarang, Jateng, Antara, Senin, 6 Februari.

Menurut dia, lurah semestinya memahami aturan, yakni peraturan daerah yang mengatur titik-titik yang diperbolehkan sebagai lokasi berjualan dan titik yang dilarang untuk berjualan.

"Kalau mereka (PKL) bandel, kan ada Satpol PP. Ini bukan boleh tidak boleh, tetapi sudah aturannya, mana ruang untuk pedestrian, ruang terbuka hijau, mana PKL," katanya.

Di sisi lain, kata Ita, menjamurnya PKL di beberapa wilayah permukiman ternyata tidak berkontribusi besar terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor retribusi karena tidak ada pengelolaan.

Ita mencontohkan menjamurnya PKL di kawasan Perumahan Tlogosari yang berjejer di sepanjang jalan masuk perumahan hingga ruas-ruas jalan dan seringkali menimbulkan kemacetan.

Menurut dia, keberadaan PKL itu sebenarnya tidak lepas dari peran lurah sebagai pemangku wilayah yang mestinya mengetahui, tetapi terkesan membiarkan hingga mereka semakin menjamur.

Bahkan, ia menantang lurah jika berani bertanggung jawab untuk meresmikan deretan PKL tersebut, daripada membiarkan PKL menjamur memacetkan jalan dan tidak juga memberikan kontribusi kepada pemasukan daerah.

"Itu kan retribusi pedagang. Sebenarnya pedagang masuk ranahnya pada Dinas Perdagangan. Nah, kalau memang itu meminta diresmikan, ya, dia (lurah) harus berani meresmikan," katanya.

Karena itu, Ita berjanji akan segera mengumpulkan lurah untuk diberikan pemahaman mengenai wilayah yang di bawahnya, termasuk yang sudah ditetapkan sebagai titik-titik PKL.

"Jangan tidak dimasukkan dalam titik retribusi, tapi dibiarkan seperti itu. Makanya, kami juga akan memanggil lurah-lurah untuk pemahaman," ujarnya.