JAKARTA - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo buka suara soal langka dan mahalnya harga kedelai di pasaran. Menurut dia, kelangkaan dan naiknya harga komoditas ini tidak hanya terjadi di Indonesia.
"Tidak hanya di indonesia ada kontransi seperti ini. Di Argentina misalnya juga terjadi polemik-polemik seperti ini," tuturnya, kepada wartawan, Senin, 4 Januari.
Syahrul berujar, kelangkaan kedelai adalah masalah kontraksi global. Ia menjelaskan, ini juga mungkin disebabkan karena bagian dari pandemi global dan membuat harga kedelai yang ada secara global itu terpengaruh, khususnya dari Amerika Serikat.
Lebih lanjut, Syahrul mengatakan, untuk menangani masalah ini pihaknya sudah bertemu jajaran pertani, melibatkan integrator dan juga unit-unit kerja lain dari kementerian dan pemerintah daerah. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan kedelai lokal lebih cepat.
"Tentu dengan langkah cepat Kementan hari ini besama integrator dan berbagai pengembang-pengembang kedelai yang ada kita coba lipat gandakan kekuatan yang ada," katanya.
Awal mulai kedelai mahal terjadi pada Desember 2020. Saat itu, Kemendag mencatat harga kedelai dunia tercatat sebesar 12,95 dolar AS per bushels, naik 9 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat 11,92 dolar AS per bushels.
BACA JUGA:
Berdasarkan data The Food and Agriculture Organization (FAO), harga rata-rata kedelai pada Desember 2020 tercatat sebesar 461 dolar AS per ton, naik 6 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat 435 dolar AS per ton.
Faktor utama penyebab kenaikan harga kedelai dunia diakibatkan lonjakan permintaan kedelai dari China ke Amerika Serikat (AS). Untuk diketahui China merupakan eksportir kedelai terbesar di dunia.
Akibatnya, Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo) sempat menyatakan sikap akan mogok produksi pada 1 hingga 3 Januari 2021. Hal ini karena harga kedelai impor yang terus naik.