Program Reforma Agraria Diklaim BPN Bisa Tekan Konflik Lahan di Aceh
Petani memperlihat patok batas bidang tanah saat acara Gerakan Masyarakat Pemasangan Tanda Batas (GEMAPATAS) di Desa Lambunot, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Jumat (3/2/2023) (ANTARA)

Bagikan:

BANDA ACEH - Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyebut konflik agraria memang masih ada di wilayah Provinsi Aceh, namun sudah jauh lebih berkurang seiring dengan banyaknya program pemerintah terkait reforma agraria.

Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Aceh Mazwar, mengatakan program pemerintah terkait reforma agraria yang menyentuh langsung masyarakat sangat berkontribusi dalam upaya menurunkan intensitas konflik agraria di daerah Tanah Rencong itu.

“Seperti HGU ada kewajiban 20 persen plasma, adanya reforma agraria lainnya seperti PTSL, percepatan sertifikasi, dan kemudian hari ini pematokan batas tanah ya, Alhamdulillah konflik itu sudah sangat mereda,” kata Mazwar di Aceh Besar.

Pernyataan itu disampaikan di sela-sela acara Gerakan Masyarakat Pemasangan Tanda Batas (Gemapatas) di Kabupaten Aceh Besar. Pemasangan 1 juta patok batas bidang tanah tersebut dilakukan secara serentak pada 33 provinsi di Tanah Air.

Kata dia, pemasangan patok batas bidang tanah tersebut juga menjadi salah satu upaya untuk meminimalisir konflik agraria antara sesama pemilik di tengah masyarakat. Nantinya, bidang tanah yang sudah terpasang patok batas tersebut akan menjadi objek dari program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL).

“Dari 1 juta seluruh Indonesia, kita mendapatkan pemasangan patok 10.077 patok seluruh Aceh, dan rencananya akan kita jadikan objek PTSL pada tahun ini,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Staf Ahli Bidang Teknologi Informasi Menteri ATR dan BPN Sunraizal bahwa konflik pertanahan mulai dari Sabang hingga Merauke, umumnya banyak terjadi antara masyarakat dengan badan usaha swasta maupun milik negara, serta konflik antar masyarakat.

Tentunya, setiap badan usaha milik Hak Guna Usaha (HGU) memiliki kewajiban untuk mengusahakan memelihara tanah-tanah yang sudah memperoleh hak atas mereka.

Dan Kementerian ATR dan BPN, kata dia, memiliki Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang untuk memantau tanah yang sudah diberikan HGU, apabila ditelantarkan maka bisa dimasukkan dalam data tanah terindikasi terlantar.

“Dari situ, kalau sudah diputuskan menjadi tanah terlantar, maka bisa kita lakukan reforma agraria dengan memberikan redistribusi kepada masyarakat,” katanya.

Contohnya Aceh tahun ini, kata dia, sedang persiapan reforma agraria sebanyak 10 ribu hektare serta juga untuk para eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sedang disiapkan sebanyak 18 ribu hektare di Kabupaten Aceh Timur.

“Di Aceh Timur ini sedang kita proses di KLHK karena masuk kawasan hutan,” ujarnya.

Oleh karena itu, Kementerian ATR dan BPN sangat atensi terhadap tanah yang sudah diberikan haknya. “Namun jika tidak dikelola dengan baik, dan ini berpotensi untuk kita selesaikan dengan reforma agraria,” ujarnya.