Bagikan:

BANDA ACEH - Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Utara mengajukan permohonan audit kerugian negara dugaan korupsi pembangunan rumah duafa ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Aceh.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Aceh Utara Arif Kadarman mengatakan audit kerugian negara kasus itu sebelumnya ditangani Inspektorat Kabupaten Aceh Utara.

"Namun, sampai sekarang belum ada progres, sehingga dialihkan ke BPK RI Perwakilan Aceh. Permohonan ini kami sampaikan kepada BPK RI agar penghitungan kerugian keuangan negaranya bisa selesai dan perkara dapat dilimpahkan ke pengadilan," tutur Arif Kadarman dilansir ANTARA, Jumat, 3 Februari.

Sebelumnya, tim Penyidik Kejaksaan Negeri Aceh Utara menetapkan lima tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan 251 unit rumah duafa atau senif fakir dan miskin di daerah itu pada tahun anggaran 2021 sebesar Rp11,2 miliar.

Adapun kelima tersangka yakni berinisial YI (43) selaku Kepala Baitul Mal Kabupaten Aceh Utara merangkap pengarah tim pelaksana serta ZZ (46) selaku Kepala Sekretariat Baitul Mal Kabupaten Aceh Utara dan juga kuasa pengguna anggaran merangkap pengarah tim perencana.

Kemudian, tersangka berinisial Z (39) koordinator tim pelaksana, M (49) selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan RS (36) selaku ketua tim pelaksana. Para tersangka tidak ditahan.

Terkait tidak ditahannya kelima tersangka kasus dugaan korupsi rumah duafa tersebut, Arif Kadarman menyebutkan kelima tersangka sejauh ini dinilai bersikap kooperatif saat menjalani pemeriksaan.

"Tim penyidik sudah memeriksa lebih dari 20 saksi terkait kasus tersebut. Hasil investigasi ke lapangan, penyidik mendapatkan hanya 20 rumah yang benar-benar selesai dibangun dari total 251 rumah," ungkap Arif Kadarman.

Dugaan tindak pidana korupsi tersebut bermula pada 2021 saat Sekretariat Baitul Mal Kabupaten Aceh Utara melaksanakan pekerjaan pembangunan 251 unit rumah duafa secara swakelola dengan anggaran Rp11,2 miliar bersumber dari dana zakat yang masuk dalam PAD khusus kabupaten setempat.