JAKARTA - Kubu terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E menilai jaksa penuntut umum (JPU) mengalami kegalauan. Khususnya saat menyusun tuntutan.
Pernyataan itu disampaikan penasihat hukum Bharada E, Ronny Talapessy, saat membacakan replik dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 2 Februari.
"Karena penuntut umum tidak memiliki landasan yuridis yang kuat saat menentukan angka 12 tahun penjara dengan menyatakan belum ada aturan atau kajian secara lebih mendalam, sehingga penuntut umum secara tegas mengakui mengalami dilema yuridis atau galau," ujar Ronny
Dengan kegalauan itu, menyebabkan jaksa tak berani mengambil sikap dan memberi kepastian yang adil kepada Bharada E.
Padahal, dari fakta persidangan yang sudah terkumpul, jaksa dianggap bisa dengan mudah memberikan tuntutan dengan sanksi ringan.
"Penuntut umum seharusnya berani memberikan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum, bagi terdakwa, masyarakat dan keluarga korban yang sudah menyuarakan agar terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dituntut paling ringan dibandingkan dengan terdakwa lainnya," sebutnya.
Terlebih, jaksa juga dianggap belum mempertimbangkan status justice collaborator (JC) yang berikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LSPK) kepada Bharada E.
Padahal, dengan status JC, pasal pidana dan kualitas perbuatan tidak lagi menjadi hal utama yang diterapkan terhadap kliennya.
BACA JUGA:
"Karena yang terpenting adalah kerja sama dan konsistensi Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dalam mengungkap perkara," kata Ronny.
Adapun, Bharada E akan menjalani sidang vonis atau putusan pada 15 Februari mendatang.
Dalam kasus ini, Bharada E dituntut dengan pidana penjara selama 12 tahun. Alasannya, jaksa menilai ia merupakan eksekutor penembakan. Tindakannya itu dianggap memenuhi unsur Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.