JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Habiburokhman menyarankan mencabut status tersangka Hasya Athallah, mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang tewas dalam kecelakaan yang melibatkan purnawirawan Polri.
"Apa susahnya sih. Toh kasusnya sudah disetop. Apalagi status tersangka-tersangka cukup dinyatakan dicabut maka nama baik almarhum bisa direhabilitasi," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis 2 Februari.
Kata politisi Gerindra ini, Pasal 77 KUHP menjelaskan kewenangan menuntut hukum gugur atau tidak berlaku lagi jika tertuduh meninggal dunia.
"Nah, ini kita sampai sekarang tidak mendengar adanya penghapusan status tersangka walaupun kasusnya dikatakan sudah disetop," ujarnya.
Selain itu, penyidik semestinya memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 tertanggal 28 April 2015 yang mengatur bahwa sebelum menetapkan tersangka harus didahului dengan pemeriksaan terhadap calon tersangka.
Habiburokhman capaian kinerja Polda Metro Jaya yang telah terbangun selama ini tidak tercoreng akibat kesalahan penanganan perkara kecelakaan lalu lintas yang melibatkan purnawirawan Polri dan mahasiswa UI tersebut.
"Enggak perlu lewat praperadilan kan sudah dinyatakan disetop dengan sendirinya status tersangka tidak ada. Apa yang tersangka? Orang kasusnya enggak ada, tentu tersangka-nya tidak ada, dan itu perlu dinarasikan oleh teman-teman Ditlantas Polda Metro Jaya," ucapnya.
Senada dengan Habiburokhman, Anggota Komisi III Taufik Basari juga menyarankan status tersangka Hasya Athallah dicabut terlebih dahulu.
"Cabut dulu aja, kalau ada ahli mengatakan untuk mencabut SP3 ini harus dengan gugatan praperadilan, itu keliru, kalau sudah seperti ini, sudah jelas kok penetapan tersangka keliru," imbuhnya.
Selain itu, ia juga mendorong pihak kepolisian untuk dapat melihat perkara ini secara komprehensif, serta penyidik menjalankan instruksi Kapolri agar bersikap profesional dan mengedepankan rasa kemanusiaan dalam menangani kasus ini.
"Tidak sekadar kemudian melakukan gelar perkara ulang, rekonstruksi ulang hanya untuk menunjukkan seperti apa kejadiannya, posisi mobil, posisi motor, habis itu dilihat siapa yang salah posisinya, tidak sekadar itu," tuturnya.
BACA JUGA:
Reka ulang kecelakaan maut yang menewaskan mahasiswa UI
Peristiwa kecelakaan Hasya Athallah dengan pensiunan polisi AKBP Eko Setio terjadi Kamis, 6 Oktober silam, sekitar pukul 21.30 WIB, di Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Saat kejadian, cuaca dalam kondisi hujan dan jalan licin.
Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman menjelaskan kejadian itu berawal dari korban Hasya yang melaju dari arah selatan menuju utara dengan kecepatan 60 km/jam.
Berdasarkan keterangan saksi yang merupakan temannya korban, ada sebuah kendaraan yang tiba-tiba berbelok. Korban Hasya langsung menghindar dengan menghentikan kendaraannya secara mendadak. Akibatnya, korban tergelincir dan memasuki ruas jalan lainnya.
"Jadi temannya dia sendiri menerangkan, bahwa pada saat itu tiba-tiba ada kendaraan di depannya (korban) mau belok ke kanan sehingga si korban melakukan pengereman mendadak," kata Latif.
Dalam waktu bersamaan, dari arah berlawanan, datang mobil Pajero dikemudikan Eko yang disebut melaju dengan kecepatan 30 km/jam. Dia tak bisa menghindari kecelakaan hingga mengakibatkan Hasya tertabrak.
"Nah, Pak Eko dalam waktu ini sudah tidak bisa menghindari karena sudah dekat. Jadi memang bukan terbentur dengan kendaraan Pajero, tapi jatuh ke kanan diterima oleh Pajero, sehingga terjadilah kecelakaan," tutupnya.
Polisi telah rampung menyelesaikan rekonstruksi ulang kasus tewasnya mahasiswa Universitas Indonesia (UI), M Hasya Attalah Syahputra yang melibatkan AKBP (Purn) Eko Setio. Diketahui rekonstruksi itu digelar di Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan.