Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe merajuk tak mau berobat ke RSPAD Gatot Soebroto. Lukas maunya berobat ke luar negeri meski berstatus sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi.

"LE sebenarnya kemarin jadwal kontrol rutin kesehatan di RSPAD. Tapi kemudian yang bersangkutan menolak untuk kontrol kesehatan di sana," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 27 Januari.

"Alasan dari yang bersangkutan, dia hanya mau berobat ke Singapura," sambungnya.

Meski begitu, KPK tidak mau mengabulkannya. Bahkan, Lukas hari ini diperiksa penyidik dan didalami tentang pertemuannya dengan Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijantono Lakka.

"Dan ke depannya, nanti tentu tim penyidik KPK masih terus melengkapi berkas perkaranya," tegas Ali.

Ali memastikan kondisi Lukas tetap baik meski dia merajuk tak mau cek kesehatan. Buktinya, gubernur nonaktif itu bisa diperiksa penyidik dan memberikan keterangan.

Lagipula, kesehatannya juga akan terus dipantau. "KPK perhatikan betul para tahanan yang terkait dengan kesehatannya. Siapapun tahanan itu, jadi tidak kami bedakan satu per satu," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, Lukas Enembe kini menjadi tahanan KPK karena dugaan suap dan gratifikasi terkait pengerjaan proyek di Pemprov Papua. Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka agar perusahaan itu dapat pekerjaan.

Komisi antirasuah menduga Lukas tak sendirian menerima suap dan gratifikasi. Penyidik masih menelisik siapa lagi pejabat yang ikut kongkalikong.

Disebut KPK, terdapat kesepakatan pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.

Dari sana, perusahaan Rijantono mendapat tiga proyek. Pertama adalah peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.

Rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Setelah proyek itu benar dimenangkan, Rijantono menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Lukas. Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi hingga belasan miliar yang baru ditelisik KPK.