Bagikan:

JAKARTA - Terdakwa Richard Elierzer alias Bharada E kecewa dengan Ferdy Sambo. Sebab, karier sebagai polisi harus hancur karena perbuatan eks Kadiv Propam tersebut.

Kehancuran karier itu disampaikan Bharada E ketika membacakan nota pembelaan atau pleidoi di kasus dugaan pembunuhan berencana Yosua alias Brigadir J.

Mulanya, Bharada E menceritakan kebanggannya menjadi angota Polri. Terutama bagi kedua orangtuanya.

"Bahwa menjadi anggota Polri khususnya bagian dari keluarga Korps Brimob adalah suatu mimpi dan kebanggaan bagi saya dan keluarga," ujar Bharada E dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 25 Januari.

Kebanggaannya menjadi anggota Korps Bhayangka karena mesti melalui proses sulit. Empat kali berturut-turut gagal lolos tes. Hingga akhirnya dinyatakan lulus sebagai Tamtama pada tahun 2019.

"Saya tumbuh di keluarga yang sangat sederhana, menjadikan saya ingin terus berusaha untuk membanggakan orang tua saya. Setelah ke empat kali mengikuti tes akhirnya saya dinyatakan lulus dengan peringkat satu di Polda Sulut," sebutnya.

Bharada E membeberkan pengalamannya sebagai anggota Polri. Ia sempat tergabung dalam Satgas operasi Tinombala Poso sebagai navigasi darat selama 7 bulan dari Maret sampai Oktober 2020.

Bertugas di Manokwari-Papua Barat sebagai tim pengamanan Pilkada juga pernah dirasakan pada Desember 2020. Kemudian, bertugas sebagai SAR evakuasi Sriwijaya air SJ182 pada Januari 2021.

"Saya bertugas di Cikeas - Jawa Barat di Resimen 1 Pelopor Januari hingga Agustus 2021 dan aktif mengikuti kegiatan sosial di kesatuan Resimen 1 Pelopor juga menjadi gitaris di gereja Resimen 1 Pelopor," bebernya.

Hingga akhirnya, terpilih menjadi Driver Ferdy Sambo yang saat itu menjabat menjadi Kadiv Propam Polri. Tugas itu merupakan hal besar untuknya dan karirnya.

"Saya tidak pernah menduga apalagi mengharapkan atas peristiwa yang sekarang menimpa diri saya, di masa awal-awal pengabdian saya atas kecintaan saya terhadap Negara, dan kesetiaan kepada Polri khususnya Korps Brimob. Saya dipilih menjadi ajudan yang dimana tugas saya menjaga dan mengawal atasan," ungkap Bharada E.

Hanya saja, tugas sebagai ajudan Ferdy Sambo itu justru menjadi titik kehancuran karirnya. Sebab, akibat perbuatan eks Kadiv Propam itu statusnya sebagai anggota Korps Bhayangkara terancam.

Terlebih, Bharada E juga sangat kecewa dengan mantan jenderal bintang dua itu. Ia merasa dijerumuskan, diperalat, dan dibohongi oleh Ferdy Sambo yang menyia-nyiakan pengabdiannya.

"Bahkan kejujuran yang saya sampaikan tidak dihargai malahan saya dimusuhi. Begitu hancurnya perasaan saya dan goyahnya mental saya, sangat tidak menyangka akan mengalami peristiwa menyakitkan seperti ini dalam hidup saya namun saya berusaha tegar," kata Bharada E.

Adapun, Bharada E dinyatakan secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana oleh jaksa penuntut umum (JPU). Sehingga, ia dituntut dengan sanksi pidana penjara 12 tahun.

Alasan di balik tuntutan itu karena Bharada E merupakan eksekutor penembakan terhadap Brigadir J di rumah dinas Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, 8 Juli.

Selain itu, Bharada E juga tak menolak perintah menembak dari Ferdy Sambo. Padahal, Ricky Rizal alias Bripka RR yang sedianya diminta pertama kali mampu menolaknya.

Bharada E diyakini melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.