JAKARTA - Direktur Utama BUMN PT Asuransi Jasindo periode Mei 2011 - September 2016 dan juga Direktur Pemasaran Korporasi Jasindo masa jabatan Januari 2008 - April 2011 Budi Tjahjono didakwa menerima gratifikasi dan pencucian uang.
"Terdakwa Budi Tjahjono selaku Direktur Pemasaran Korporasi PT Asuransi Jasa Indonesia Persero (Jasindo) Januari 2008 - April 2011 dan Direktur Utama Jasindo Mei 2011 - September 2016 menerima uang melalui Solihah sejumlah 3.263.868,32 dolar AS, melalui Kiagus Emil Fahmy Cornain sejumlah 2.091.309,73 dolar AS dan melalui Tisna Lawani sejumlah Rp6.570.015.492 yang berhubungan dengan jabatan terdakwa," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ferdian Adi Nugroho di Pengdilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dilansir ANTARA, Rabu, 25 Januari.
Solihah adalah Direktur Keuangan PT Asuransi Jasindo periode Januari 2008 - September 2016, Kiagus Emil Fahmy Cornain adalah Direktur Utama PT Ayodya Multi Sarana dan PT Altona sedangkan Tisna Palwani merpakan Kepala Divisi (Kadiv) Keuangan PT Asuransi Jasindo periode 2008 - 2012. Dalam sidang, Solihah dan Kiagus Emil Fahmy ikut duduk sebagai terdakwa yang ikut serta menerima gratifikasi.
Penerimaan gratifikasi tersebut berasal dari sejumlah pihak yaitu pertama, penerimaan uang sejumlah 3.263.868,32 dolar AS pada 2008 - 2012 melalui Solihah dari Total Risk Solutions (London) Ltd. (TRS), STRS/LRS, ARM Pte. Ltd, Kong Thye Wei dan Pana Harison (Asia) P L.
Sejak 1 Desember 2004, TRS menyediakan jasa konsultasi bisnis asuransi dan reasuransi terhadap PT Asuransi Jasindo.
Selanjutnya dibuka rekening dolar AS milik agen asuransi retail PT Asuransi Jasindo bernama Supomo Hidjazie untuk menampung uang dalam bentuk dolar AS yang berasal dari TRS dan perusahaan lainnya dan uang diserahkan kepada Solihah.
Setiap Solihah tahu ada uang yang masuk ke rekening Supomo Hidjazie dari dari TRS, STRS/LRS, ARM Pte. Ltd, Kong Thye Wei dan Pana Harison (Asia) P L., Solihah memberitahukan kepada Supomo dan meminta untuk langsung mengambil uang tersebut.
Supomo dibantu anaknya yaitu Putri Kinanti melakukan penarikan lalu menyerahkan uang kepada Solihah di kantor pusat PT Asuransi Jasindo. Selanjutnya Solihah memberitahukan kepada Budi Tjahjanto dan Budi mengambil uang itu.
Kedua, penerimaan melalui rekening penampung Kiagus Emil Fahmy Cornain sejumlah 1.520.266,06 dolar AS yang berasal dari kerja sama dengan TRS dan STRS/LRS.
Pada pertengahan 2009, Budi Tjahjono memperkenalkan Kiagus Emil kepada Simon Cartwright dari TRS sebagai konsultan reasuransi broker Willis London.
Budi Tjahjono lalu minta bantuan Kiagus untuk menerima transfer dana dari STRS dan Budi Tjahjono lalu memberikan rekening atas nama PT Ayodya Multi Sarana kepada STRS/LRS.
Sejak 2010 - 2012 STRS/LRS mentransfer uang seluruhnya 2.091.309,73 dolar AS ke rekening tersebut. Kiagus lalu mentransfer sebagian uang itu ke rekening pribadinya. Setiap ada permintaan uang dari Budi Tjahjono, Kiagus lalu mengambil uang itu secara tunai dan menyerahkan total 1.520.266,06 dolar AS kepada Budi Tjahjono sedangkan sisa 571.043,67 dolar AS digunakan untuk kepentingan pribadi Kiagus Emil.
Ketiga, penerimaan dari agen asuransi PT Jasindo Is Hariyanto melalui Tisna Palwani sejumlah Rp6,521 miliar.
Setelah pensiun sebagai pegawai PT Jasindo, Is Haryanto pada 2006 mendirikan CV Permata Biru dengan tujuan menjadi agen asuransi PT Jasindo dengan tugas mencari klien hingga menagih pembayaran premi.
CV Permata Biru lalu mendapat 23 klien yaitu PT Maxima Infrastruktur, PT Brantas Abipraya, PT Gratika, PT Waskita Karya, PT Jaya, PT Krakatau Steel, PT Leo Tunggal, PT Likotama Harun, PT Asiana, PT Kuarta Powerindo, PT Konsephindo, PT Mandira Mahesa, PT Loew Brant, PT Wijaya Karya, PT Kairos Utama, PT Truba Jaya, PT Matra D Perkasa, PT Hutama Karya, PT Abadi Prima, PT Shark Links, PT Hevlift Avi, PT Naga Surya dan PT BAP - PT PP KSO.
Tapi sesungguhnya CV Permata Biru hanya dipinjam nama saja agar PT Jasindo mengeluarkan komisi keagenan untuk CV Permata Biru atau dikenal sebagai agen fiktif (agen vehicle asuransi). Komisi yang diterima kemudian diminta kembali oleh pejabat di PT Jasindo.
Rinciannya pada 2008 komisi agen atas nama tertanggung PT Maxima Infrastruktur sejumlah Rp3,36 miliar dan komisi atas perusahaan lainnya pada 2010 - 2012 adalah sejumlah Rp3,161 miliar sehingga total seluruhnya adalah Rp3.206.703.062,84.
Budi Tjahjono lalu memerintahkan Tisna Palwani mengambil secara bertahap sejumlah Rp3,161 miliar sedangkan sisanya Rp45.703.062,84 digunakan untuk kepentingan Is Hariyanto.
Uang seluruhnya 4.783.951,38 dolar AS dan Rp6,521 miliar tersebut digunakan untuk membeli aset berupa 7 unit apartemen dan 1 unit tanah dan bangunan yang diatasnamakan keluarganya yaitu Mumeiana Widyowati (istri Budi Tjahjono) serta Mudi Hapsari, Dina Ardananeswari dan Dimaz Wibisono yaitu anak-anak Budi Tjahjono.
Sejak Budi Tjahjono bersama-sama dengan Solihah dan Kiagus Emil Fahmy Cornain menerima uang, ketiganya tidak melaporkan kepada KPK sampai batas waktu 30 hari sejak penerimaan tersebut padahal penerimaan itu tidak ada alas hak yang sah menurut hukum.
Atas perbuatannya, Budi Tjahjono, Solihah dan Kiagus Emil Fahmy didakwa pasal 12 B jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Khusus untuk Budi Tjahjono juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang pada Juni 2017 - Juni 2018 yaitu membelanjakan uang sejumlah Rp5.235.215.000 untuk membangun rumah di Jalan Melawai X Nomor 5 Jakarta Selatan.
Uang itu berasal dari gratifikasi periode Juni 2008 - Desember 2013 sejumlah 4.783.951,38 dolar AS dan Rp6,521 miliar dan digunakan untuk membayar biaya arsitektur sejumlah Rp110 juta dan pembangunan rumah senilai Rp5.125.215.000 yang diberikan kepada Wikancahyo Wicaksono yaitu menantu Budi Tjahjono dalam bentuk dolar AS.
Selanjutnya Wikancahyo menukarkan uang dolar AS itu ke rupiah dan dimasukkan ke dalam rekening atas nama Wikancahyo baru dikirimkan ke rekening Hanif Wicaksono dan rekening kontraktor pembangunan rumah.
Terhadap perbuatannya, Budi Tjahjono diancam pidana berdasarkan pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Sidang dilanjutkan pada 1 Februari 2023 dengan agenda pemeriksaan saksi.
Budi Tjahjono sendiri adalah terpidana kasus korupsi premi fiktif yang telah dijatuhi vonis 7 tahun penjara pada 2019 lalu sedangkan Solihah dan Kiagus Emil Fahmy Cornain juga sedang menjalani vonis 4 tahun penjara sejak 2022 lalu.