JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menduga tuntutan 12 tahun yang diberikan jaksa pentuntut umum (JPU) terhadap Richard Eliezer alias Bharada E tak merujuk pada kesimpulan persidangan dan pertimbangan.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengatakan bisa saja ada arahan atau perintah dari pimpinan terkait tuntutan yang terjadi dalam persidangan.
"Siapa yang jadi JPU di sidang, siapa yang tentukan tuntutan bisa hal yang berbeda. Soal tentukan tuntutan berlaku mekanisme struktural bukan fungsional," ujar Edwin kepada VOI, Kamis, 19 Januari.
Munculnya dugaan itu karena saat proses pembacaan tuntutan jaksa seolah tak sanggup.
Kala itu, memang Jaksa Paris Manulu sempat berhenti beberapa detik saat akan membacakan amar tuntutan. Bahkan, ia mesti dikuatkan terlebih dulu oleh rekan disebelahnya.
Bagian punggung Jaksa Paris ditepuk beberapa kali. Hingga akhirnya ia membacakan tuntutan 12 tahun penjara bagi Bharada E.
"Lihat saja JPU-nya saja mau nangis baca bagian akhir dari tuntutannya," sebutnya.
Hanya saja, ketika disinggung soal 'atasan' yang diduga sebagai pemberi perintah sekaligus menentukan tuntutan, Edwin enggan berbicara banyak. Ia hanya menyebut nantinya 'atasan' itu cepat atau lambat akan muncul.
"Lihat saja siapa yang beraksi," kata Edwin.
Bharada E dianggap terbukti turut serta dalam rangkaian peristiwa pembunuhan berencana terhadap Yosua alias Brigadir J. Sehingga, ia dituntut sanksi pidana penjara selama 12 tahun.
"Menuntut menjatuhkan pidana terhadap Richard Eliezer selama 12 tahun dipotong masa penahanan," ujar jaksa.
Dalam tuntutan itu, ada beberapa pertimbang yang memberatkan. Satu di antaranya Bharada E merupakan eksekutor di kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Selain itu, ada juga pertimbangan yang meringankan. Jaksa mengganggap Bharada E berstatus justice collaborator dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Terdakwa merupakan saksi terdakwa yang membantu membongkar kasus ini," kata jaksa.
Bharada E didakwa menembak Brigadir J dengan senjata api Glock-17 sebanyak tiga hingga empat kali. Penembakan dilakukan di rumah dinas Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli.
Lalu, sebelum penembakan, Bharada E juga turut serta dalam perencanaan. Sebab, ia mengamini perintah Ferdy Sambo untuk mengeksekusi Brigadir J.