Banyak Warga Polandia Tinggalkan Agama setelah Terungkapnya Rangkaian Skandal Seksual di Gereja
Ilustrasi foto (Patrick Fore/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Setelah berkuasa sangat lama di Polandia, Gereja Katolik berada di bawah tekanan berat tahun ini. Terdapat serangkaian skandal pelecehan seksual dan anggapan bahwa mereka berasosiasi dengan pemerintah sayap kanan negara itu.

Mengutip France24, Selasa, 29 Desember, laporan media dan dokumenter yang negatif telah merusak citra Gereja Katolik di Polandia. Vatikan bahkan telah mengkritiknya.

Beberapa orang Polandia mulai mempertanyakan warisan mendiang Paus Yohanes Paulus II. Sebuah jajak pendapat yang diterbitkan awal bulan ini menemukan hanya 41 persen orang Polandia memiliki pandangan positif tentang gereja. Angka itu turun 16 persen sejak Maret.

Jajak pendapat juga menemukan hampir separuh orang Polandia --berkisar 47 persen-- memiliki pandangan negatif tentang gereja. Perubahan itu "cukup besar dalam waktu yang singkat," kata Katarzyna Zalewska, seorang sosiolog di Universitas Jagiellonian di Krakow. Tren pertumbuhan sekularisasi yang terlihat di Polandia dalam beberapa tahun terakhir "terlihat semakin cepat," katanya.

Putusan Mahkamah Konstitusi pada Oktober, yang bertujuan memberlakukan larangan aborsi semakin merusak citra gereja. Hal tersebut memicu protes publik dan demonstrasi yang belum pernah terjadi sebelumnya di seluruh negeri.

Sejumlah kritik ditujukan pada hierarki agama dan reaksinya begitu kuat sehingga pemerintah menunda pemberlakuan keputusan itu. Sebuah laporan juga menunjukkan orang Polandia mengeluarkan anak-anak mereka dari kelas agama di sekolah. Beberapa bahkan secara resmi meninggalkan iman Katolik mereka.

Dua dari tiga orang Polandia sekarang ingin pendidikan agama menjadi tanggung jawab paroki, bukan sekolah, menurut jajak pendapat yang diterbitkan pekan lalu. Sebuah situs web untuk orang-orang yang mengajukan diri untuk melepas keyakinan, mengumpulkan lebih dari seribu ajuan pelepasan keyakinan hanya dalam waktu dua minggu.

Situs lain, apostazja.eu, mengatakan lebih dari 30 ribu orang telah mengisi formulir kemurtadan dan siap untuk dicetak dan diserahkan ke paroki mereka. Meskipun jumlah tersebut tergolong kecil di negara yang masih berpenduduk mayoritas Katolik, ada tanda-tanda gereja mulai memerhatikan.

Setelah jeda sepuluh tahun, kantor statistik gereja memutuskan untuk sekali lagi melacak jumlah pernyataan kemurtadan yang diterimanya. Marcin Kaczmarek, seorang sosiolog di Universitas Poznan mengatakan alasan utama penurunan pengaruh gereja di Polandia bukanlah dari skandal pelecehan seksual, tetapi reaksinya terhadap kasus-kasus tersebut.

"Tampaknya terpecah antara kepentingan dan penghormatan terhadap ajarannya sendiri," katanya. Zalewska mengatakan Gereja tampaknya "tidak mendengar sinyal" dan bertindak "seolah-olah beroperasi dalam sistem yang berbeda" di mana merasa tidak perlu bereaksi dan yakin akan posisinya yang tak tergoyahkan.

Zalewska mengatakan skandal pelecehan dapat mempercepat sekularisasi. Tetapi dia mengatakan mungkin juga masa-masa sulit yang disebabkan oleh pandemi virus corona dapat membantu memulihkan iman orang Polandia kepada Gereja Katolik.