Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Kecewa dengan Dakwaan Kelalaian Polisi Penembak Gas Air Mata
Keluarga korban Tragedi Kanjuruhan di PN Surabaya/FOTO: AM Sby-VOI

Bagikan:

SURABAYA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa tiga anggota polisi dengan Pasal 359 karena kesalahan (kelalaian) menyebabkan orang lain meninggal terkait tembakan gas air mata di Stadion Kanjuruhan Malang. Keluarga korban tragedi Kanjuruhan kecewa.

"Itu salah semua. Saya tidak puas dakwaan itu," kata Rini Hanifa, 43, dengan mata berkaca-kaca di PN Surabaya, Senin, 16 Januari.

Rini merupakan ibu dari Agus Riyansa, 20, korban yang tewas dalam tragedi Kanjuruhan. Perempuan asal Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan ini berulangkali mengaku tidak terima, dengan pasal kelalaian yang didakwakan jaksa kepada para terdakwa.

Rini menyebut pasal 359 mengatur ancaman pidana terlalu rendah untuk ketiga polisi. Dia menilai dakwaan itu tak sebanding dengan 48 tembakan gas air mata yang ditembakkan ke arah tribun.

"Saya sangat kecewa atas dakwaan pasal itu, saya tidak puas. Saya bakal hadir terus ke PN Surabaya sampai sidang lima terdakwa divonis seberat-beratnya," kata Rini menangis.

Selain Rini, juga ada orang tua dari korban lain juga ikut datang. Di antaranya Juriah, 43, ibu Almarhum Medya Sifwa Dinar Artha, 17. Lalu Andi Kurniawan kakak Almarhum Mita Maulidia, 27, dan Miftahhudin, ayah Almarhum Navisatul Mutiaroh, 24.

Nasib putri Miftahhudin juga cukup membuat hati orang tuanya teriris. Pasalnya, anaknya dijadwalkan menikah pada Januari 2023 ini. Nahas, anak dan calon menantunya justru tewas di Stadion Kanjuruhan.

"Anakku sama pacarnya selang dua hari laga Persebaya Vs Arema FC harusnya foto prewedding. Tapi ternyata nasib mereka jadi korban Kanjuruhan," ujarnya.

Rini Hanifa nekat berangkat sendiri dari Pasuruan ke PN Surabaya dengan mengendarai motor dan sampai sekitar pukul 10.00 WIB. Ia datang bersama mobil keluarga korban lainnya, untuk mencari keadilan bagi anaknya.

Selain itu, salah satu yang membuatnya ingin datang karena Ia memiliki prasangka buruk. Itu muncul setelah mendengar kabar PN Surabaya melarang media menyiarkan sidang tersebut secara live. Datang ke PN Surabaya tujuannya untuk memastikan semua tersangka dihukum seadil-adilnya.