Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengklaim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di masa kepemimpinan Firli Bahuri lebih banyak prestasinya dibandingkan masa kepemimpinan Agus Rahardjo. 

Hal ini disampaikan Mahfud untuk menepis adanya anggapan KPK sekarang telah dilemahkan oleh pemerintah. Menurutnya, KPK adalah lembaga yang independen. Sehingga, pelemahan oleh pemerintah adalah hal yang tidak mungkin dilakukan.

"KPK dianggap lemah lalu pemerintah lagi yang dituding. Padahal, kita sudah mengatakan KPK itu independen. Meskipun kalau kita objektif, tahun pertama KPK sekarang dibandingkan dengan tahun pertama KPK yang sebelumnya itu objektifnya jauh lebih banyak sekarang prestasinya," kata Mahfud dikutip dari acara webinar yang ditayangkan di akun YouTube Kahmi, Senin, 28 Desember.

Mahfud MD menyebut pada tahun pertama kepemimpinan Agus Rahardjo pada 2016 lalu, KPK juga tidak berbuat apa-apa dibandingkan dengan masa kepemimpinan Firli saat ini.

"Kita ingat Agus Rahardjo menjadi Ketua KPK pertama bersama Saut dan sebagainya itu tahun pertama enggak bisa berbuat apa-apa. Ini sekarang setahun sudah berani menangkap DPR, DPRD, Bupati, Wali Kota juga ditangkapin juga lebih banyak saat ini sebenarnya," ungkap dia.

Meski menyebut periode pertama Firli lebih bagus, namun dirinya tak bisa berbuat apa-apa ketika publik menilai KPK saat ini lebih lemah. Sebab, KPK merupakan lembaga yang independen meski masuk ke dalam rumpun eksekutif.

"Tapi, taruhlah itu dikira jelek, dibilang jelek itukan KPK sendiri. Kita sudah mengatakan KPK itu adalah lembaga di dalam rumpun eksekutif tetapi bukan bagian dari lembaga eksekutif. Seperti KPU, Komnas HAM itu kan rumpunnya eksekutif tapi bukan bagian apalagi bawahan eksekutif," tegasnya.

Diketahui, sejumlah pihak menilai KPK mengalami penurunan kinerja utamanya dibidang penindakan. Selama periode pertama Firli menjabat, komisi antirasuah hanya melakukan operasi tangkap tangan (OTT) sebanyak tujuh kali dengan 37 tersangka.

Angka ini terhitung lebih sedikit dibandingkan dengan operasi senyap yang dilakukan pada tahun pertama Ketua KPK periode 2016-2019 Agus Rahardjo menjabat. Saat itu, pada setahun masa kepemimpinannya, komisi antirasuah berhasil melakukan OTT sebanyak 17 kali dan menetapkan 58 tersangka dari berbagai unsur seperti Ketua DPD Irman Gusman hingga anggota DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi.

Menurunnya angka operasi senyap ini juga disinggung oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam agenda 'Evaluasi Satu Tahun KPK, Penguatan Semu Pemberantasan Korupsi'.

"Selama kurun waktu setahun kepemimpinan Firli Bahuri, KPK menuai banyak problematika pada aspek penindakan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana seperti dikutip dari webinar yang ditayangkan di Facebook ICW.

Salah satu aspek penindakan yang disoroti oleh dirinya adalah turunnya angka OTT secara drastis dari tahun-tahun sebelumnya. Walaupun berhasil menangkap dua menteri di Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024, namun, OTT yang dilakukan di era Firli Bahuri hanyalah tujuh kali.

Sementara jika dibandingkan 2019 lalu KPK berhasil melakukan 21 OTT, 2018 ada 30 OTT yang dilakukan, 2017 ada 19 OTT, dan 2016 ada 17 OTT.

"Itu pun satu tangkap tangan masih jadi problem karena pelakunya tak kunjung dapat diringkus oleh KPK," tegasnya merujuk pada seorang buronan KPK yaitu Harun Masiku.

Kurnia menilai, turunnya OTT ini disebabkan karena mayoritas pimpinan KPK periode ini justru kerap mengkritisi pola penindakan ini termasuk Firli Bahuri. Diketahui, saat uji kelayakan atau fit and proper test calon pimpinan periode ini di DPR RI, Firli memang mengakui dirinya sedih jika OTT terus terjadi dan menilai ada hal yang salah dengan digelarnya operasi ini.

"Kita tahu, pak, banyak orang ditahan karena OTT. Mohon maaf, karena OTT banyak sekali. Saya sedih, pak, melihatnya. Berarti ada sesuatu yang harus kita kerjakan," kata Firli saat itu.

Bukan hanya Firli, Nurul Ghufron yang kini menjadi Wakil Ketua KPK juga sempat menyebut operasi senyap ini sebagai hiburan belaka dan lebih memilih melakukan pencegahan.

"Sepanjang kami mampu mencegah akan kami cegah. Tapi kalau tidak mau maka akan kami tangkap. Jadi jangan tunggu KPK OTT dulu atau jebloskan ke penjara koruptor. Jadi OTT itu hanya hiburan saja. Sepanjang cara-cara pencegahan dilakukan tapi masih bandel ya kami tangkap," ungkap dia.

Sehingga berkaca dari hal ini, Kurnia menilai, wajar jika selanjutnya angka operasi senyap yang dilakukan KPK menjadi menurun.

"Karena apa, kalau kita melihat lagi pada proses bekerjanya KPK di bawah kepemimpinan lima komisioner saat ini, maka kita dapat menemukan pernyataan-pernyataan dari pimpinan KPK yang memang sedari dulu mengkritisi tangkap tangan ini mlai dari adanya statment Firli Bahuri saat melakukan fit and proper test di DPR," ungkapnya.