Bagikan:

JAKARTA - Indonesia baru saja membuat sejarah. Pemerintah secara resmi akhirnya mengakui kalau memang sudah terjadi pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Total ada 12 peristiwa yang masuk kategori pelanggaran HAM berat yang diakui pemerintah. Presiden Jokowi bilang, semua itu merujuk pada laporan akhir dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat, yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022.

"Dan, saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat," kata Jokowi di Istana, Rabu 11 Januari.

Daftar 12 Pelanggaran HAM berat:

  1. Peristiwa 1965-1966;
  2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985;
  3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989;
  4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989;
  5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa tahun 1997-1998;
  6. Peristiwa kerusuhan Mei 1998;
  7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi 1 dan 2, 1998 dan 1999;
  8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999;
  9. Peristiwa Simpang KKA di Aceh tahun 1999;
  10. Peristiwa Wasior di Papua 2001-2002;
  11. Peristiwa Wamena, Papua di 2003; dan
  12. Peristiwa Jambo Keupok di Aceh tahun 2003.

"Saya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban," lanjut Jokowi.

"Saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana, tanpa menegasikan penyelesaian yudisial," tandasnya.

Pelanggaran HAM berat seperti yang tertuang dalam penjelasan Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Hak Asasi Manusia, adalah pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau diluar putusan pengadilan (arbitary/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (system discrimination). Sedangkan, pelanggaran HAM berat menurut Undang-Undang no. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM didefinisikan sebagai pelanggaran HAM yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.