Bagikan:

JAKARTA - Terdakwa Kuat Ma'ruf menyebut alasannya tetap memberikan keterangan sesuai skenario Ferdy Sambo di awal kasus tewasnya Brigadir J karena tak mau menjadi seorang pengkhianat.

Kesaksian itu disampaikan saat jaksa penuntut umum (JPU) menyingung momen Ferdy Sambo menghubungi terdakwa Kuat Ma'ruf dan memintanya untuk mengaku ketika diperiksa di Propam.

Kuat pun mengaminya. Ia menyebut akan selalu mengikuti arahan karena rasa takutnya pada Ferdy Sambo.

"Tadi kan ada bilang ditelepon Ferdy Sambo disuruh mengaku, kenapa sampai harus ditelepon?" tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 9 Januari.

"Di suruh mengaku," jawab Kuat.

"Iya memangnya apa yang ditanyakan oleh penyidik sampai anda tidak mau menjawab, kenapa?" cecar jaksa.

"Saya takut," sebut Kuat.

"Takut apa?" timpal jaksa.

"Ya takut sama bapak lah (Ferdy Sambo, red)," kata Kuat.

Kemudian, jaksa mulai mengarahkan pertanyaan mengenai Kuat Ma'ruf menjadi orang terakhir yang jujur soal skenario Ferdy Sambo di proses penyidikan.

Padahal terdakwa lainnya sudah berkata jujur bila Brigadir J tewas bukan karena baku tembak.

"Pada saat itu, apakah saudara tahu saudara orang terakhir yang mengaku tidak mengakui?" tanya jaksa.

"Betul," sebut Kuat.

"Anda sudah diberi tahu penyidik?" tanya jaksa memastikan.

"Sudah, sudah tau pak," kata Kuat.

"Dan tetap tidak ngaku?" tanya jaksa yang kemudian diamini Kuat Ma'ruf.

Hingga akhirnya, Kuat Ma'ruf menyebut alasannya tetap dengan skenario baku tembak karena tak mau menjadi pengkhianat.

"Sesuai dengan namanya ya tidak mau ingkar janji ya?" sebut jaksa.

"Ya intinya saya tidak mau jadi pengkhianat," kata Kuat.

Kuat Ma'ruf didakwa turut serta terlibat dalam rangkaian dugaan pembunuhan Brigadir J. Ia disebut tak mencegah dan melaporkan terjadinya tindak pidana.

Dalam perkara ini ada empat terdakwa lainnya yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, dan Bharada Richard Eliezer.

Merujuk dakwaan, Ferdy Sambo memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J di ruang tengah rumah dinas kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, 8 Juli.

Terkait perkara ini, mereka didakwa dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.