Bagikan:

JAKARTA - Anggota DPR dari fraksi PKB, Luqman Hakim, meyakini Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan mengabulkan gugatan terhadap uji materi Pasal 420 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berkaitan dengan sistem proporsional terbuka.

Dia mengaku sudah menelaah Risalah Sidang Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tanggal 23 November 2022 serta tanggal 7 dan 20 Desember. Semua risalah sidang, menurutnya, pada penggugat kurang memiliki penguasaan ilmu kepemiluan sehingga petitum yang diajukan terlihat irasional, absurd dan kacau.

"Saya haqqul yakin, MK tidak akan mengabulkan sebagian atau keseluruhan dari petitum yang diajukan para penggugat," ujar Luqman, kepada wartawan, Kamis, 5 Januari.

Luqman menjelaskan, pada Pasal 420 UU Pemilu khususnya huruf (d) ini mengatur tatacara konversi suara menjadi kursi partai politik di satu daerah pemilihan dengan metode Sainte Lague. Yakni suara sah yang diperoleh setiap partai dibagi dengan bilangan ganjil mulai dari 1, 3, 5, 7 dan seterusnya.

"Perhitungan ini untuk menentukan apakah partai politik berhak mendapatkan alokasi kursi parlemen dan berapa jumlah kursi yang berhak diperoleh," jelasnya.

Mantan Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini menilai, menghapus huruf (d) Pasal 420 justru akan menyebabkan kebuntuan dan kekacauan ketika masuk tahapan pembagian kursi bagi peserta pemilu.

Karena itu, kata Luqman, tanpa pasal tersebut tidak ada lagi aturan yang menjadi pedoman bagaimana membagi kursi parlemen kepada partai politik peserta pemilu di suatu daerah pemilihan.

"Dengan demikian, jika MK mengabulkan petitum para penggugat terhadap Pasal 420, maka Pemilu 2024 mendatang tidak bisa menghasilkan kursi parlemen bagi semua partai politik peserta pemilu. Kacau, ‘kan?," katanya.

Luqman juga menyoroti petitum penggugat terhadap Pasal 422 UU Pemilu. Para penggugat meminta agar bunyi pasal ini diubah menjadi “Penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan pada perolehan kursi Partai Politik Pemilu di suatu daerah pemilihan”.

Sementara naskah asli Pasal 422 UU Pemilu berbunyi: “Penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan pada perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak yang diperoleh masing-masing calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di suatu daerah pemilihan yang tercantum pada surat suara”.

"Apabila petitum Pasal 422 UU Pemilu ini dikabulkan MK, akan menimbulkan ketidakpastian siapa anggota parpol yang berhak menempati kursi parlemen yang diperoleh parpol," pungkasnya.