Pemerintah Impor Vaksin Sinovac 1,2 Juta Dosis, Faisal Basri: Beli Kucing dalam Karung
Vaksin COVID-19 Sinovac yang datang ke Indonesia pada Minggu 6 Desember 2020. (Foto: Dok. Setkab)

Bagikan:

JAKARTA - Ekonom Senior Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri menyoroti langkah pemerintah yang memborong 1,2 juta dosis vaksin buatan perusahaan farmasi asal China, Sinovac. Menurut dia, efektivitas vaksin tersebut belum teruji.

Faisal berujar, Sinovac memberikan pernyataan terbaru mengenai efektivitas vaksin buatan perusahaan tersebut, di mana pernyataan tersebut untuk menanggapi PT Bio Farma yang menyebut vaksin Sinovac 97 persen efektif dalam uji tahap awal melawan COVID-19.

"Uji klinis tahap 3 saja belum, Sinovac sendiri belum mengumumkan keefektivitasan vaksinnya, jadi kita seolah beli kucing dalam karung," kata Faisal dalam sebuah diskusi virtual, Rabu, 23 Desember.

Seperti diketahui, pada Minggu, 6 Desember vaksin COVID-19 produk Sinovac asal China telah tiba di Tanah Air sebanyak 1,2 juta dosis. Vaksin tersebut diangkut dengan menggunakan pesawat milik maskapai PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), pesawat jenis Boeing 777-300ER.

Vaksin asal perusahaan farmasi China ini merupakan vaksin COVID-19 yang pertama kali mendarat di Indonesia. Pada tahap pertama, pemerintah mendatangkan 1,2 juta dosis. Disusul rencana kedatangan tahap kedua sebesar 1,8 juta dosis.

Vaksin Sinovac ini ditolak oleh Pemerintah Brasil. Tak hanya Brasil, Pemerintah Kamboja juga mengumumkan bahwa mereka tidak akan membiarkan warganya menjadi kelinci percobaan untuk vaksin apapun yang dikembangkan China.

Berbeda dengan Brasil dan Kamboja, pemerintah Indonesia memutuskan untuk tetap melakukan impor vaksin COVID-19 asal China tersebut. Saat ini, vaksin tersebut sedang menjalani uji klinis fase 3.

Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan evaluasi terhadap keamanan, khasiat, dan mutu vaksin COVID-19 dilakukan dengan merujuk ketentuan baku dan standar dari sejumlah lembaga internasional.

BPOM merujuk pada standar kualitas vaksin corona yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia atau WHO (WHO Emergency Listing), US Food and Drug Administration (US FDA), dan European Medicines Agency atau EMA (Conditional Approval).

"Izin penggunaan terhadap vaksin COVID-19, termasuk vaksin Sinovac yang saat ini sedang dalam proses uji klinik fase 3 di Brasil, Turki dan Indonesia, dilakukan melalui skema izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA)," katanya, dalam keterangan resmi, Rabu, 16 Desember.

Untuk keperluan penerbitan izin EUA vaksin COVID-19, kata Penny, BPOM dapat menggunakan data interim, yaitu berupa hasil pengamatan selama tiga bulan setelah penyuntikan vaksin.

Soal data hasil uji klinis vaksin Sinovac di Indonesia, menurut Penny, sampai 16 Desember 2020, masih disiapkan laporannya oleh peneliti UNPAD dan Bio Farma sebagai sponsor pengujian itu. Ia memastikan, setelah laporan itu diserahkan kepada BPOM, lembaganya segera melakukan evaluasi guna memeriksa hasil uji klinis tersebut.

Evaluasi tersebut dilakukan untuk melihat apakah hasil uji klinis fase 3 di Indonesia membuktikan bahwa vaksin Sinovac memiliki khasiat dan aman. Evaluasi itu juga akan membandingkan manfaat dan risiko penggunaan vaksin, sebagai dasar pemberian EUA.