Jaksa Cecar Ahli Soal ‘Tutup Pintu-Jendela’, Gambaran dari Aksi Kuat Ma'ruf Sebelum Penembakan Brigadir J
Ahli hukum pidana Muhammad Arif Setiawan/FOTO: Rizky Adytia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) mencecar ahli hukum pidana Muhammad Arif Setiawan mengenai Kuat Ma'ruf yang menutup pintu sebelum terjadinya pembunuhan terhadal Brigadir J.

Pertanyaan diajukan jaksa karena Arif sebelumnya sempat menyinggung mengenai sikap batin atau mens rea dan meeting of minds.

Mulanya, jaksa menganalogikan adanya tiga orang yang masuk dalam rangakain tindak pidana. Dua di antaranya disebut sebagai pelaku dan korban.

"Si A si B menganiaya si C atau ingin melakukan perbuatan tidak menyenangkan atau memukul si C. Lokasinya di dalam kamar kos-kosan. Nah ketika si A akan memukul si C, si C ini kan berteriak. Akhirnya, si B ini menutup pintu, mengunci semua ruang-ruang sekat yang ada udaranya dia tutup. Sikap batinnya agar teriakan korban si C ini agar tidak terdengar," ucap jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 2 Januari.

"Kalau sikap batinnya seperti itu masuk tidak sama-sama melakukan atau berencana melakukan penganiayaan itu?" sambung jaksa.

Saat itu, Arif menyebut dalam analogi itu B bisa dikatakan turut serta. Tetapi, dia berdalih harus ada pembuktian terlebih dulu ada tidaknya kesepakatan atau meeting of mind. Tentunya, dengan alat bukti yang sah.

"Ya berarti antara A dan B ada kesepakatannya terlebih dahulu bahwa mereka sikap batinnya untuk mewujudkan delik yaitu menganiaya C. Jadi itu harus dibuktikan dulu itu, bukan karena menutup jendela kemudian si B itu turut serta. Jadi harus ada pembuktian dulu ketika menutup jendela itu dimaksudkan supaya ketika si A melakukan penganiayaan tidak didengar oleh orang lain," sebut Arif.

Bahkan, Arif terus menekankan harus ada pembuktian ketika jaksa kembali mencecar sudah ada gambaran bila ada niatan jahat di aksi menutup jendela.

Dia seolah melempar kepada majelis hakim yang akan menilai ada tidaknya unsur turut serta yang dilakukan di contoh kasus tersebut.

"Ketika itu sudah dapat dibuktikan dan muncul di persidangan, tujuan menutup pintu itu untuk sehingga tidak terdengar jeritan-jeritan korban. Itu menurut ahli terbukti tidak pandangan ahli?" tanya jaksa mencecar.

"Kalau terbukti atau tidak ahli tidak mengerti, tetapi kalau sudah dibuktikan dan dinilai oleh hakim itu terbukti ada sikap batinnya menutup jendela itu dimaksudkan untuk bagian dari perbuatan yanf dilakukan oleh A, itu ada turut sertanya. Tapi persoalannya itu terbukti atau tidak ahli kan ngga ngerti," kata Arif.

Analogi menutup jendela itu serupa dengan dakwaan jaksa kepada Kuat Ma'ruf. Sebab, asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo itu didakwa menutup pintu balkon rumah dinas kompleks Polri, Duren Tiga.

Pintu balkon itu ditutup Kuat Ma'ruf tak lama sebelum penembakan Brigadir J.

Padahal, menutup pintu dan jendela bukalah tugas kesehariannya. Bahkan, saat itu kondisi belum gelap.

Kuat Ma'ruf didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Richard Eliezer alias Bharada E.

Ia disebut membantu proses berjalannya rencana. Selain itu, Kuat Ma'ruf juga tak mencoba menggagalkan niat jahat atau melaporkan pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli.

Di kasus ini ada lima orang terdakwa yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal, didakwa dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.