Bagikan:

JAKARTA - Ahli Hukum Pidana, Muhammad Arif Setiawan menyebut tak semua orang terlibat tindak pidana bila berada di lokasi kejadian. Sebab, harus ada kesepakatan atau meeting of mind.

"Kalau bentuknya ikut serta harus ada meeting of mind, maka tidak semua orang yang yang ada di tempat ketika terjadi suatu kejahatan itu turut serta," ujar Arif dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 2 Januari.

Pernyataan itupun seolah membela Kuat Ma'ruf. Sebab, asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo itu tak melalukan apapun saat detik-detik penembakan Brigadir J.

Selain itu, Arif juga mengatakan dengan adanya kesepakatan dan pemahaman terkait tindak pidana yang terjadi di lokasi kejadian, maka, orang itu besar kemungkinan turut sebagai pelaku.

"Tergantung apakah dari semua orang yang ada di situ terjadi kesepahaman yang sama nggak untuk terjadinya kejahatan yang dimaksud," sebut Arif.

"Kalau itu ada kesepahaman yang sama di antara orang yang di situ berarti ada meeting of mind-nya berarti dia turut serta," sambungnya.

Namun bila sebaliknya atau tak kesepakatan dan pemahaman, orang itu hanya dianggap berada di waktu dan tempat yang salah.

"Tapi kalau tidak ada, berarti tidak turut kesertaan. Itu semua menyangkut tinggal pembuktian saja," kata Arif.

Dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J, Kuat Ma'ruf didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Richard Eliezer alias Bharada E.

Ia disebut membantu proses berjalannya rencana. Selain itu, Kuat Ma'ruf juga tak mencoba menggagalkan niat jahat atau melaporkan pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli.

Di kasus ini ada lima orang terdakwa yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal, didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.