Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan kegiatan mengimpor limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3 secara ilegal merupakan bentuk kejahatan serius yang harus ditindak dan dihukum berat.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan Indonesia tidak boleh dijadikan tempat pembuangan limbah B3, limbah maupun sampah yang berasal dari negara lain tanpa izin.

"Kita tidak boleh membiarkan kejahatan ini, orang-orang mendapatkan keuntungan secara finansial dengan mengorbankan banyak pihak, sehingga perlu tindakan tegas," ujarnya dalam konferensi pers terkait perkembangan kasus impor limbah B3 ilegal dilansir ANTARA, Jumat, 16 Desember. 

Rasio menjelaskan impor limbah B3 maupun limbah lainnya secara ilegal ke wilayah Indonesia melanggar Pasal 106 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan juga melanggar Konvensi Basel di mana Indonesia dan Malaysia telah meratifikasi konvensi tersebut.

Dia berharap hukuman berat bisa memberikan efek jera dan menjadi pembelajaran bagi para pelaku kejahatan yang memasukkan limbah B3 atau limbah secara ilegal ke Indonesia. 

"Kami tidak akan berhenti untuk menindak pelaku kejahatan seperti ini (impor limbah B3 ilegal)," kata Rasio.

KLHK telah menjalin kerja sama dengan banyak pihak untuk memberantas aktivitas impor limbah B3 ilegal, seperti Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), Bea Cukai, Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Organisasi Polisi Kriminalitas Internasional (Interpol), dan government to government.

Rasio mengatakan impor limbah B3 ataupun limbah lainnya yang diangkut kapal-kapal bisa saja dikelola lagi di Indonesia atau dibuang langsung di perairan Indonesia.

Aktivitas membuang limbah terutama minyak bisa mencemari perairan, mengganggu biota laut, mengganggu ikan, bahkan bisa masuk ke pantai-pantai wisata yang mengakibatkan lingkungan menjadi rusak, sehingga perlu kolaborasi lintas lembaga dan pemerintah internasional dalam menangani kasus tersebut. 

"Kami akan terus bekerja sama dengan pihak-pihak yang memang punya kapasitas di laut," kata Rasio.