Denda Tolak Vaksinasi di Perda COVID-19 DKI Bakal Digugat ke MA
ILUSTRASI/Gedung Mahkaman Agung (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Seorang warga DKI yang berprofesi sebagai advokat bernama Happy Hayati Helmi bakal mengajukan permohonan uji materi Pasal 30 Peraturan Daerah DKI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penanggulangan COVID-19 ke Mahkamah Agung (MA).

Pasal 30 Perda 2/2020 yang ditetapkan oleh Gubernur DKI Anies Baswedan dan DPRD DKI berbunyi: setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi COVID-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp5.000.000.

Kuasa hukum Happy, Viktor Santoso Tandiasa menyebut kliennya menggugat pengenaan sanksi denda pada Pasal 30 Perda DKI 2/2020 karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

"Pasal itu mengandung sifat yang memaksa kepada setiap warga DKI karena terdapat sanksi pidana Rp5 juta bagi setiap orang yang menolak divaksinasi COVID-19. Hal ini tentunya bertentangan dengan Pasal 5 ayat (3) UU 36/2009 yang memberikan hak kepada setiap orang secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya," kata Viktor dalam keterangannya, Jumat, 18 Desember.

Selain itu, menurut Viktor, denda tolak vaksinasi di DKI juga bertentangan dengan Pasal 3 ayat (2) UU 39/1999 Tentang HAM dan Pasal 6 ayat (1) huruf g dan huruf i UU 12/2011 Tentang Pembentukan Peraturan Undang-Undang.

Sebab, menurut dia, pengaturan sanksi denda tidak memberkan perlakuan hukum yang adil. Terhadap warga masyarakat tidak mau dilakukan vaksinisasi 

COVID-19, namun secara ekonomi mampu membayar denda, maka warga masyarkat tersebut bisa memilih untuk tidak dilakukan vaksinasi terhadap dirinya. 

Namun, terhadap warga masyarakat yang tidak mampu membayar denda, mau tidak mau, warga masyarakat tersebut harus dilakukan vaksinisasi COVID-19. 

"Padahal, terkait dengan efektivitas, efek samping vaksin COVID-19 belum diketahui secara pasti. Perusahaan yang memproduksi vaksin Sinovac yang sudah masuk ke Indonesia menyebutkan bahwa hingga saat ini belum diketahui kemanjuran dari vaksin tersebut," tuturnya.

Pengenaan denda tolak vaksinasi COVID-19 di Ibu Kota, menurut Viktor, juga tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat. "Padahal, Menteri BUMN pernah menyebut bahwa tidak ada pemaksaan vaksinasi COVID-19," imbuhnya.