Polri Bongkar Sindikat Internasional Penipuan Terkait COVID-19
Rilis Bareskrim Polri soal sindikat internasional penipuan terkait COVID-19 (Rizky Adytia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Bareskrim Polri mengungkap sindikat penipuan jaringan internasional dengan modus business e-mail compromise. Dalam aksinya sindikat ini memanfaatkan negara-negara yang sedang mencari alat pelindung diri (APD) untuk pencegahan COVID-19.

"Kasus kejahatan dengan modus business e-mail compromise, yang merupakan kasus kejahatan lintas negara, yang menjadi atensi dari Financial Action Task Force, selaku badan dunia yang dibentuk dalam menangani kejahatan pencucian uang," ujar Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo kepada wartawan, Rabu, 16 Desember.

Listyo mengatakan, sindikat ini sudah lima kali beraksi. Tiga di antaranya memanfaatkan situasi pandemi COVID-19 yakni, Italia, Belanda, dan Jerman. Sedangkan, sisanya Argentina dan Yunani berkaitan dengan dana investasi.

"Terkait dengan kejahatan ini, Bareskrim telah menangani 5 kasus melibatkan lintas negara, di mana 3 kasus terkait dengan COVID-19 itu ada tiga negara dan dua kasus terkait dengan transfer dana dan investasi," ungkap Listyo.

Komjen Listyo menyebut dalam perkara ini ada empat orang yang diamankan. Satu di antaranya merupakan warga negara asing (WNA) asal Nigeria berinisial ODC dan sisanya warga negara Indonesia.

"Tersangka ODC alias Emeka dan tersangka lain Hafiz yang bertugas untuk dokumen fiktif dan seolah-olah direktur perusahaan fiktif, Dani dan Nurul yang membantu berjalannya penipuan," papar dia.

Berdasarkan catatan kejahatan, sindikat ini berkasi pada 2018, korbannya merupakan Warga asal Argentina dengan kerugian mencapai Rp43 milliar. Kemudian di tahun berikutnya, korban merupakan warga negara Yunani dengan kerugian Rp113 miliar. 

Sementara, pada 2020 yang bersangkutan melakukan kejahatan yang sama dengan kerugian Rp58 Miliar dan korban warga negara Jerman dengan kerugian Rp10 miliar. Terakhir, kasus penipuan terhadap perusahaan Belanda mencapai Rp141 miliar.

Selama tiga tahun beraksi para pelaku ini disebut meraup keuntungan mencapai Rp 364 miliar. 

Akibat perbuatannya, para pelaku dijerat Pasal 56 KUHP dan Pasal 3 dan atau Pasal 4 dan atau Pasal 5 dan atau Pasal 6 dan atau Pasal 10 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.