Bagikan:

JAKARTA - Perusahaan perangkat GPS, Tomtom, merilis hasil survei angka kemacetan di sejumlah Ibu Kota negara, termasuk Jakarta. Hasilnya, angka kemacetan di Jakarta tak ada penurunan selama setahun terakhir.

Dilihat dalam situs web resminya, pada tahun 2018, Tomtom menyebut tingkat kemacetan Jakarta sebesar 53 persen. Pada 2019, tingkat kemacetan stagnan dengan angka yang sama. 

Padahal, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menerapkan pembatasan kendaraan dengan sistem ganjil-genap sejak 9 September 2019 yang tujuannya mengatasi masalah kemacetan.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo belum bisa berkomentar banyak soal ini. Ia akan melakukan kajian terhadap hasil survei tersebut. 

"Saya belum baca report-nya. Nanti saya pelajari dulu," kata Syafrin saat ditemui di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis, 30 Januari. 

Menurut Syafrin, penerapan ganjil-genap di 25 ruas jalanan ibu kota harusnya bisa membuat kepadatan kendaraan berkurang.

"Jadi, dari 25 km per jam, rata-rata naik jadi 33 km per jam. Kemudian, terjadi pengurangan volume lalu lintas sebanyak 30 persen," ungkap dia. 

Belum lagi, DKI juga menerapkan strategi pengurangan kedatangan kendaraan dari daerah luar Jakarta yang melewati jalan tol. Pengurangan tersebut dengan cara pemblokiran kendaraan dengan plat nomor yang tidak sesuai tanggal ganjil-genap di jalan yang memberlakukan kebijakan itu. 

"Seharusnya, itu mengurangi traffic yang cukup signifikan," kata dia. 

Terpisah, Analis Kebijakan Transportasi Azas Tigor Nainggolan memandang penghargaan Sustainable Transport Award 2020 yang diterima DKI di Amerika patut dipertanyakan. Sebab, kata dia, Pemprov DKI belum bisa menekan penggunaan kendaraan pribadi di jalanan.

"Sangat disayangkan, Anies selama satu tahun ini belum membawa perubahan. Harus ada evaluasi dari dalam. Karena kalau saya lihat pembanguanan infrastruktur buat transportasi di Jakarta terbilang masif," kata Tigor. 

Survei Tomtom pada 2019 melibatkan setidaknya 416 kota dari 57 negara di enam benua. Penelitiannya melibatkan berbagai unsur seperti pengendara, kebijakan pemerintah, rencana tata kota, hingga produksi kendaraan.

Peringkat pertama dengan angka kemacetan tertinggi berada di Bengaluru, India dengan tingkat kemacetan 71 persen. Kedua, Manila, Filipina dengan tingkat kemacetan 71 persen. Ketiga, Bogota, Kolombia dengan tingkat kemacetan 68 persen. 

Sementara, Jakarta menempati posisi kesepuluh kota termacet di dunia. Angka kemacetan di Jakarta tidak berkurang, tapi peringkatnya menurun dari tahun 2018 yang menempati peringkat 7.

Hal itu disebabkan adanya penambahan 13 kota baru yang disurvei Tomtom. Terhitung, pada tahun 2018 terdapat 403 yang diurvei dan 2019 naik menjadi 416.

Dari 13 kota yang baru dimasukan itu, tiga di antaranya langsung menyalip tingkat kemacetan yang lebih tinggi dari Jakarta. Kota-kota itu di antaranya adalah Bengaluru dari India, Manila dari Filipina, dan Pune dari India.

Tangkap layar survei Tomtom tentang kemacetan sejumlah kota di dunia (Istimewa)

Dalam laman resmi Tomtom juga menyebutkan waktu termacet di Jakarta di 2019 terjadi pada hari Jumat pukul 17.00-18.00 WIB. Ia meminta warga Jakarta menghindari waktu itu untuk kenyamanan berkendara.

Selain itu, di 2019, hari paling tidak macet adalah pada tanggal 4 Juni. Hari ini bertepatan dengan libur idul fitri ketika warga Jakarta tengah ramai melakukan mudik ke kampung halaman.

Kemudian, untuk hari paling macet selama setahun jatuh pada tanggal 6 Maret 2019. Tingkat kemacetannya bahkan mencapai 91 persen. Padahal rata-ratanya dalam satu tahun adalah 53 persen.

Data lainnya menunjukan ketika jam kerja, hari senin pagi hari menjadi waktu paling macet setiap harinya. Sementara ketika malam hari, Jumat menjadi saat paling macet dengan rata-rata mencapai lebih dari 90 persen.